Halaman

Kamis, 24 Oktober 2013

Tidak apa, ayo bangun lagi :)

Melihat gambar kandang yang kami bangun, sahabat ini menghubungi saya. Dia kawan lama, dari bangku smp saya kenal dia. Kami kenal cukup dekat, saya tahu lika-liku hidupnya, sampai lulus sma paling tidak, setelah itu kami berpisah, sekali waktu dia mengunjungi saya di kota kembang, di waktu yg lain dia saya temui di kamar hotelnya di Jakarta. Tidak akan ada banyak cerita dari pertemuan singkat-singkat begitu. Tapi dia kawan saya, dalam tiap pertemuan kami berbagi  doa.

"Bagaimana bisnisnya?" 

Begitu percakapan kami dibuka, lalu cerita mengalir seperti sungai.

Pada satu belokan, cerita itu tiba pada bisnis nya yang rusak. Dia kehilangan ratusan juta, ditipu orang jakarta katanya.

Sekarang dia akan menjual rumahnya, perlu amunisi, begitu katanya.

Ah, kawan yang baik, begitulah permainan di belantara ini. Tidak apa, toh segalanya cuma titipan, ayo bangun dan kita bersenang-senang lagi.

Terimakasih sudah berbagi cerita, dan maaf cuma sebaris doa yang bisa saya berikan sekarang.

Tidak apa, ayo bangkit lagi seperti biasa mari kita nyanyikan lagu lama kita ;

Nothing to loose, your love to win

Semoga MLTR masih dpt melipur lara yang ini :D

Senin, 21 Oktober 2013

Anakmu bukanlah milikmu

Come mothers and fathers 
Throughout the land 
And don't criticize 
What you can't understand 
Your sons and your daughters 
Are beyond your command 
Your old road is 
Rapidly agin' 
Please get out of the new one 
If you can't lend your hand 
For the times they are a-changin'. 
---------------------------------------------

Tentu kau paham itu lirik bob dylan yang legendaris. Judul post ini seperti apa yang dikatakan Gibran. Berdua, mereka menyampaikannya dengan berbeda pada masa yang terentang pula, tapi hakiki nya sama pada makna.

Akan ada masa di mana kita yang menua harus membiarkan mereka buah hati kita memilih sendiri jalannya dan berjuang sendiri dengan tekad nya. Aku tentu belum sampai pada fase itu, Bumi Biru kecil masih bergantung banyak pada kami. Tapi kelak, bila panjang umur kami, mau tidak mau fase itu harus dihadapi. Entah bagaimana rasanya. Di sini, di gelap nyawang yang seperti biasa, aku mencoba membayangkannya, tidak berhasil, rasanya susah... Bisakah nanti kami membiarkan dia melangkah sendiri, tidak-kah kami akan menjadi seperti kebanyakan orang tua yang merasa paling tahu apa yang terbaik bagi buah hatinya? Mau kah kami membiarkan dia terjatuh untuk bangkit menjadi lebih kuat? Akankah kami rela membiarkannya memasuki sarang macan? Bagaimana kalau dia tidak bangkit? Bagaimana kalau dia menyesali pilihannya?

Ah... Sudahlah... Bagaimanapun aku bersepakat dengan gibran dan dylan, bahwa sesungguhnya dia bukan milik kami. Kami hanya dititipkan sementara, sebagai pelindung hingga dia mampu atau mau menapaki sendiri dunia-nya.

Jumat, 18 Oktober 2013

Berbagi Senang

Bandung cerah pagi ini, disambutnya kami dengan senyum hangat dan riuh nya terminal Leuwi panjang. Sambil menunggu seorang kawan yang baik dari luar kota, saya ditemani tembakau dan segelas kopi, kombinasi yang tidak sehat tentu hehehe.

Iseng saya mulai merenung sembari kate terus teriak-teriak menyanyi di telinga. Kali ini renungan saya tentang berbagi bahagia. Seorang kawan pernah menyebut bahwa bahagia itu menular, dan kita yang bahagia wajib memang menularkannya agar berkurang sedikit beban dunia :D

Ahahaha saya tidak mau seserius ini sebenarnya, tapi pada titik perenungan kali ini, saat kondisi sampai pada alpha, saat deru mesin dan suara katr beserta bandnya kalah oleh ketenangan yang membaluri tubuh saya akhir nya bersepakat dengan kawan yang itu.

Iya, semestinya kita ini menjadi agen-agen penyebar kebahagian, agar dia tidak hanya jadi milik kita, tapi menulari banyak orang dan begitulah sebaik-baik nya manusia bukan? :D

Tidak perlu sampai berbagi uang bila kau belum mampu, berbagi senyum dulu saja sudah cukup pula. Bukan sekedar berbagi hadiah saja, berbagi semangat juga cukup pula bila belum mampu kita. Pada intinya, bagikan bahagiamu dan niscaya dia akan bertambah, berkali-kali malah, iya berkali-kali :D

Jumat, 11 Oktober 2013

Optimis

Iya, kali ini tentang sifat yang ini. "Optimis", mudah dikatakan sulit dilakukan, seperti umumnya sifat-sifat baik lainnya :D

Kata ini mengaduk lagi kenangan, duhhh... Ya begitu itu, manusia itu memoris tulis seorang kawan, dia yang mengingat, memang begitu mungkin sehingga begini kenangan kembali lewat beragam cara :)

Ceriteranya tentang seorang bocah kelas lima SD yang mau ikut lomba menulis ka ga nga, itu tulisan kuno daerah bengkulu sana. Sial, dia tidak terpilih mewakili sekolahnya, memang tidak cukup bagus tulisannya :p dia pulang dengan muram, bertemu ayahnya di muka pintu rumah mereka. Sang ayah yang baik menangkap durja di mata buah hatinya yang itu. Dia tahu, pasti sang anak tidak terpilih dalam seleksi, ditariknya bocah yang sedih itu, didekapnya erat.

Esok kedua ayah-anak itu pergi ke sbuah gedung, tempat pendaftaran lomba menulis yang ingin diikuti si bocah. Sang ayah mendaftarkan anaknya, tidak mewakili sekolah, bayar sendiri sebagai peserta umum saja katanya. Anak tadi kaget, bukankah ditingkat sekolah saja saya kalah, begitu bisiknya lesu pada sang ayah dalam perjalan pulang mereka. Ayahnya diam tak langsung menjawab ketika itu.

Sesampai di rumah mereka, sang ayah membuat dua gelas teh manis hangat. Satu untuk dirinya sendiri, segelas buat buah hatinya yang ini. Mereka duduk diteras rumah mereka yang kecil, rumah bedeng tiga pintu, dua pintu lagi milik tetangga, cuma satu milik mereka. Berdua mereka menikmati senja dan teh manis hangat.

Sang ayah memandang lurus ke atas, ke semburat jingga di langit sana pelan berbisik seperti pada dirinya sendiri. "Optimis" katanya. Anak kecil di sebelahnya membalas dengan tatapan bingung. Sang ayah mengalihkan tatap nya ke wajah putra nya, lalu berkata. Kata itu singkat tapi sulit dilakukan, optimis artinya kau selalu merasa yakin bahwa kau bisa, tidak peduli sesulit apapun itu. Dengan optimis maka kau bisa melangkah, masalah gagal dan kalah itu tak mengapa, setelah maju dan mencoba baru kau boleh berserah, kemudian hadirkan syukur bila kau berhasil dan jangan letih untuk terus bangkit bila kau jauh.

Ceramah sang ayah berhenti di situ, ia masuk ke dalam meninggalkan sang anak dalam bingung yang diam.

Esok nya sang anak ikut berlomba dengan semangat, lalu kalah dan pulang juga dengan semangat yang sama karena menggenggam hadiah dari sang ayah untuk telah optimis mencoba.

Hari ini anak yang sama ingin berterimakasih untuk pelajaran yang itu, meski dengan cara yang paling sederhana, sekedar mengingatnya lagi saja, terimakasih :)


Sabtu, 05 Oktober 2013

Tentang orang-orang yang resah

Matahari sudah turun sedari tadi, kami terlambat beranjak dari saung mungil beratap hitam di atas bukit itu. Di atas motor obrolan bisa jadi bermacam-macam, sambil menyalip kiri-kanan menembus jalanan Bandung yang sudah tidak senyaman dulu. Pada satu titik obrolan sampai tentang seorang lelaki resah, kawan baik sahabat saya yang baru saya jumpai tadi ketika menjemput kawan yang ini di rumahnya.

Sahabat saya bercerita sedikit banyak tentang kawannya yang ini. Lelaki yang resah, yang di kepalanya penuh beragam pertanyaan. Mulai dari di mana tuhan berada hingga asal-muasal kata 'abra kadabra'. Lelaki yang di mata saya terlihat luar biasa meski lewat pertemuan yang singkat-singkat saja.

Lalu saya ingat seorang makhluk lain, manusia eksentrik yang mirip, kami menyebut mereka sebagai bagian dari kaum ekstrimis yang sekarang sedang ada di ujung sibolga sana. Manusia baik hati yang juga saya pandang istimewa lewat perjumpaan-perjumpaan singkat kami di pasar ciroyom atau di sela-sela kuliah saya di kampus ganesa.

Bagi saya, mereka memang luar biasa. Di tengah dunia hedonis-kapitalis yang ini mereka hidup dengan sedikit berbeda, mereka bukan orang-orang arus utama seperti kami. Di kepala mereka, pertanyaan seolah tidak pernah berhenti, dari bibir mereka, mantra-mantra ajaib yang kerap membuat terkesima keluar mengalir seperti hujan.

Yang satu sempat mencari tuhan-nya di puncak-puncak gunung tertinggi, yang satu tenggelam dalam paham-nya yang sosialis atau anarkis saya juga kurang begitu mengerti. Tapi seperti itulah, memandang dari sisi saya yang hanya manusia median, mereka adalah jelmaan dari representasi di luar standar deviasi, data ekstrim seperti yang saya sebut tadi lebih tepat mungkin. Seolah mereka menjejak kaki di tanah yang berbeda dengan saya jejaki saat ini.

Kadang saya bertanya dalam hati, tidakkah mereka lelah terus mencoba menjawab pertanyaan yang hadir di ruang-ruang perenungannya? Tidakkah sekali waktu mereka punya ingin untuk  menghanyutkan raga-nya dalam arus utama yang lebih deras? Atau sederhananya kadang saya bertanya apakah sepi tidak merasuki sudut-sudut hati mereka?

Pengalaman mereka sangat menghibur untuk didengarkan. Dari mereka saya selalu merasa banyak belajar. Dan orang-orang resah ini umum-nya adalah manusia-manusia yang teramat baik kepada sesama.

Lagi-lagi saya tidak tahu apa motivasi saya menulis ini. Saya hanya merasa harus menuliskannya saja, seperti biasa.