Halaman

Jumat, 20 April 2012

Jalan Blora

Saat siang jalanan ini dipenuhi para joki 3 in 1 menunggu mangsa, saat malam di sisi lain pub dangdut beserta biduan seksi dengan mulut bau alkohol merajai atmosfer nya. Saat subuh -waktu tersering aku mengunjungi tempat ini- maka tinggal para waria yang tersisa: kaum minoritas yang tersingkir bersama problematika internal mereka, problematika kita-kita juga sebenarnya.

Yang tersisa adalah mereka yang telah lelah setelah mendaki bukit berahi atau mereka yang belum dapat pelanggan barang satu orang pun dan akhirnya menjual murah jasa Service "ganti oli" pada kelas tukang ojek atau sopir taksi yang penting dapat sedikit uang atau malah sebenarnya beberapa tidak begitu perlu selembar dua lembar rupiah yang tidak seberapa dari pelanggan tipe subuh. Kau bisa mengukurnya dari merk tas, sepatu, atau pakaian minim model terbaru yang mereka pakai.

Aku tidak tahu apa yang mendorong ku menuliskan ini. Mungkin seperti yang lainnya ; aku hanya ingin mengingat sedikit lebih lama bahwa : di setiap kota, selalu ada sudut yang akan mempesonamu dengan segala kompleksitas nya.

Ah... Blora

Rabu, 11 April 2012

-------------

Jika kau pikir banyak membaca sudah cukup, tentu kau salah. observasi adalah hal terbaik dalam hidup. mengetahui dari pikiran orang lain tentu bagus, tapi melacak dengan segenap kemampuan sendiri jauh lebih bagus.

Kebudayaan terbaik di dunia di awali dengan melihat dan observasi, kemudian mengerti dan memahami. dan ajaran besar lainnya (agama) dilandasi dengan konsep mendengar, setegas pernyataan alkitab meminta bani israel untuk mendengar, tuhan yang tiada tuhan selain Dia.

Scio-Cogito-Credo masih rule of thumb semua pemikiran besar saat ini. Landasan rasionalitas, konsep pencarian, dan keimanan bersandar pada tiga pilar besar ini.

Cogito dan Credo adalah bagian yang hilang dalam pencarianku. mungkin sekarang waktunya, ada babak lain yang harus dimulai. ranah pemikiran akan menjadi terlalu sempit tanpa observasi dan credo yang buta adalah keharaman dalam mengkristalisasi nilai.

Tidak, ini bukan soal beragama atau bermazhab, bukan pula soal berilmu atau bodoh. ini soal menunaikan fungsi seorang manusia. adalah pertanyaan yang kekal tentang "Siapa aku?" yang harus terus digali demi memanusiakan seorang manusia.

Siapa yang layak kau panggil "guru"? Apa kebijaksanaan harus lahir dari profesor dengan gelar yang panjang dan hidup dengan kebanggaan masa lalu atau dari seorang pengajar muda yang kau temui di sela-sela hari di antara lalu lalang kendaraan ibukota. Apa pekerja sosial yang merasa dirinya pahlawan dan paling idealis sehingga tidak punya waktu memperhatikan bagaimana sebenarnya sistem mempermainkan idealismenya? Atau seorang mahasiswa polos di tengah demo menentang pemerintah yang kebijakannya tidak memihak rakyat. Atau mantan mahasiswa yang tidak lagi ikut demo karena merasa sudah sangat pandai di atas mereka yang berdemo dengan ditunggangi kepentingan politik orang lain? atau mereka ilmuwan-ilmuwan muda yang berjuang demi idealisme mereka menciptakan obat demam berdarah yang murah. Atau teman satu angkatannya yang enggan ikut dimanfaatkan industri farmasi yang komersialis?

aku tidak tahu, cogito buntu dikungkung dinding-dinding keras imaji sendiri dan credo tidak pernah diketuk pintunya dari sini. Mungkin aku hanya segelintir, dari mereka yang muda, marah, merah, dan kehilangan... ke mana hati harus ditambatkan sementara nabi-nabi tidak bisa di lihat lagi batang hidungnya, para wali bersembunyi kecuali yang palsu dan sekolah kebijaksanaan tidak pernah ada lagi.

mereka berkata inilah sekolahmu : perguruan tinggi kehidupan,

dan aku berkata : ini juga penjaraku, rimba kehidupan yang menipu.

Selasa, 03 April 2012

Book and music

Tell me what you read and what music you hear, so I can understand you better, then we can talk about soul and mind.

Minggu, 01 April 2012

Tentang Mimpi

Ini yang kesekian kalinya tentang mimpi :)

Kita bertahan di suatu persinggahan dalam perjalanan hidup sekedar melepas dahaga, dan hanya membangun kota bila di sana kita jatuh cinta dan yakin bahwa tujuan selanjutnya memang harus dibangun dengan waktu yang sedikit lebih panjang.

Aku telah mencoba membangun kota dengan pondasi mimpi-mimpiku di sini. tiang-tiangnya ideologi tentang keilmuan di negri ini. paku-pakunya dari kebebasan dan perpustakaan yang memperkaya pemahamanku, sampai akhirnya mendung itu datang. disertai angin kencang yang menggoyang tiang-tiang ideologi tadi, disertai zat asam yang meng-korosi semua pondasi mimpi.

Bimbang itu datang, masihkah kau harus bertahan bila ternyata hanya uang dan ketenangan yang bisa kau raih di sini? Sejatinya, kami adalah petualang mimpi, keberanian adalah sayap untuk lepas landas melawan gravitasi, ketidakpastiaan adalah batu loncatan menuju destinasi ideologi yang lebih tinggi.

Aku menatap kota putih orange dan mengingat semua yang sudah kulakukan di sini dan apa yang masih belum mampu aku lakukan. Pikirku bergemuruh, sekali lagi tangan petualangan terulur lembut membujuk segenit perempuan malam di pelataran marienplatz. Semua pertanda hadir dalam rangkainya peristiwa, dalam impian-impian di 2/3 malam.

Masih ada janji yang harus ditunaikan, masih sedikit sisa waktu untuk berkemas sebelum badai turun.

mungkin ini sudah waktunya. :)