Halaman

Kamis, 28 Oktober 2010

kramat raya, 0ktober 1928

para pengajar dan mahasiswa stovia pada mula-nya, boedi oetomo sang pelopor, lalu PPI lahir sebagai anak dari perjuangan, lantas M Yamin dan kawan-kawan memujudkan mimpinya di gedung 106 kramat raya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ingin rasanya menjadi hatta yang punya 2 istri ; rahmi rachim...... dan Indonesia!

mampukah saya??

Senin, 11 Oktober 2010

Di titik ini!

di titik ini, di mana aku mengingat betapa jarak tidak selalu membuat orang menjadi lebih dekat. masing-masing dunia kita sudah menjadi begitu asing. aku bukan lagi bagian penting dari petualangan kalian, pun kalian juga begitu buatku. teruntuk kalian berdua yang menuliskan semangat dan dasar-dasar aku meletakkan mimpi, aku tulis lintasan ini, agar bisa kuingat sedikit lebih lama, agar tidak segera hilang bersenyawa dengan udara. malam dingin...

iya, tidak mudah... harus aku akui tidak mudah bagiku mewujudkannya. tapi entah kalian ingat atau tidak aku rasanya harus berterimakasih, aku rasanya harus menantang kalian lagi, mengingatkan tentang cita-cita yang sama, yang entah kalian ingat atau tidak lagi sekarang menjadi landasan pacu, lintasan mimpi, jalan panjang yang ingin aku tempuh.

kisah itu di bawah pohon rindang, di samping lapangan basket, saat kita saling berhadapan di batasi meja catur dari semen. "kita tidak pintar!" begitu kesimpulan percakapan dalam permainan koma-koma tanpa titik itu. iya, itu titik saat kita mengakui kebodohan, saat kita insyaf bahwa kita harus meninggalkan kota kaki gunung yang damai itu sementara. saat kita memutuskan, seberat apapun jalan yang terlihat di luar sana, kita akan bertahan.

mungkin kau tidak menyadarinya saat itu, tapi biarlah kukatakan kepadamu kawan, itu titik balik saat aku memutuskan tidak akan berhenti. aku ingin mengerti tentang hidup, aku ingin mengenali maut, aku mau tahu matematika, aku ingin bisa memetik gitar, aku ingin mendaki puncak gunung, aku mau menikmati sepi, aku ingin tenggelam dalam ramai, aku dan kamu juga saat itu... ingin memahami dunia! dari mu aku belajar untuk tidak pernah merasa cukup, untuk menikmati hidup dalam pencarian, dan pencapaian bukan apa-apa dibanding pemahaman menuju-Nya.

telpon ku berdering, sebuah pesan singkat dari mu."aku ke jakarta selasa atau rabu, berkas-berkas harus diserahkan!" iya kawan, aku bahagia tidak hanya untuk mimpi-mimpi mu yang terbentang di depan mata untuk belajar di kelas dan kampus yang sama dengan einstein si biang "relativitas", tapi juga untuk mimpi-mimpi ku untuk terus bergerak tanpa berhenti karena semangat darimu kala itu, ketika kita hijau, muda, dan penuh gairah di meja catur samping lapangan basket!
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
kisah itu dari sebuah atap kos-kosan. aku, kamu juga kawan, masih merah, muda, dan marah. entahlah dengan kamu, tapi aku mengingat jelas, saat malam itu dihabiskan dengan menatap bintang hingga pajar merekah, bandung di banjiri cahaya pagi, baru masing-masing kita memasuki kamar dan tidur hingga hari menjadi tinggi.

kita bicara tentang apa saja, tentang cinta dengan segala tetek bengeknya, tentang hidup, tentang mati, tentang Dia yang penyebutannya selalu diawali huruf kapital, tentang puisi, tentang mimpi dan tentang perjalanan.

sampai saat itu kamu menyimpulkan aku seorang ekstrovet saking banyaknya aku bicara.

iya. ini tentang perjalanan. di sana... di atas atap kos-kosan yang ramah kau pernah berkata untuk mengelilingi Indonesia. aku juga. ketika kemudian hari aku tahu mengelilingi Indonesia yang sama-sama kita cintai ini memiliki arti yang sama sekali jauh berbeda meski malam itu kau dan aku mengucapkan nya dengan wording yang sama.

perjalanan hidup mengantarkanku untuk mengunjungi tempat-tempat yang dulu inginku kunjungi, dan aku telah menyelesaikan perjalanan " keliling nusantara" dalam perpekstif ku malam itu! setelah ini, jika kau ingat... maka langkah harus dilanjutkan. apa artinya perjalanan? tanyamu malam itu. dan kau menyimpulkan perjalanan itu selalu perlu, agar lelaki tahu indahnya pulang dan tujuan adalah menjadi orang yang berguna sebanyak-banyak untuk orang lain. aku sudah berjalan kawan, pun kau, hingga sampai tikungan membawa kita ke jalan masing-masing. kau di arah yang benar menurutku meski sayangnya aku mungkin tidak :(

aku sampai di sebuah tubir yang harus aku jelajahi ruang tak tentunya, jangan kan nanti... sekarang saja sebelum masuk ke sana bahkan sekedar ulang tahun mu aku tak ingat. biarlah ku katakan kepadamu dan kepadaku sendiri: jika kau lihat aku memaksamu, jika kau merasa aku menyinggung mu, maka maafkanlah kawan, bukan maksudku memaksamu menghasilkan sesuatu yang tidak kau inginkan, bukan pula sok pandai atau sok jago bila aku bilang ayo kita kerjakan, aku bantu!

ada rasa bersalah saat aku melihat kakimu terbelenggu! langsung ataupun tidak rasanya ada dosaku bila sampai kau teracuni knalpot beracun ibukota dan kemerdekaan melemah di dalam dirimu.

kaki ku sudah di pinggir tubir jurang ini kawan! kelak aku tidak akan bisa mereguk semangat mu lagi, kelak aku akan bergerak di duniaku sendiri, aku hanya ingin kemerdekaan buatmu kawan seperti aku ingin merdeka untuk diriku sendiri. kau adalah pejalan! maka kuat-kuatkan hati mu untuk melangkah. aku melihat masa depan di salah satu tangan mu. aku melihat kau mulai bertumbuh... dan wadah yang sekarang menjadi terlalu sempit buatmu...

dengan doa kepada tangan yang menulis semua cerita! selamat ulang tahun kawan...
aku tidak punya apa-apa, anggap saja cerita ini kado kecilku untuk membalas semangat yang dulu kau berikan.
--------------------

Lalu hanya dengan melihat kalian berdua bergerak... lalu hanya dengan memandang kiprah kalian dari jauh... aku menemukan keteguhan dalam diriku... sekali lagi, ini untuk kalian : terimakasih dari hati.

malam semakin dingin...