Halaman

Kamis, 12 September 2019

Ulfa Nurmaida

8 September 2019,

Dari kecil kamu dengan keras kepala menjaga diam mu. Papa sampai bilang suara kamu semahal emas, sangking jarangnya kamu bicara, makin dewasa kamu makin pemberani, paling suka potongan rambut pendek dan berteman dengan siapa saja, masih tetap jarang bicara.

Di antara kita 4 bersaudara... saya rasa kamu orang yang paling mencintai kami. Kamu yang membawa kami dalam doa-doa mu, dalam petualangan-petualangan itu. Meski jarang bicara, kamu banyak menulis. Saya dan kamu mewarisi kebiasaan papa menulis jurnal. Saya membaca bagaimana kamu membawa photo kita sekeluarga saat mendaki sumbing-sindoro. Bagaimana doa mu saat menikmati pantai dan angin laut. Bagaimana kamu membawa cintamu pada setiap anggota keluarga kita dalam setiap perjalanan mu itu.

Dulu kamu punya keinginan untuk umroh bersama mama. Menabung selama dua tahun, lantas gagal karena satu dua hal. Tapi dengan keras kepala, gigih, kamu mulai menabung lagi. Lalu berhasil mewujudkannya... kamu bangga sekali tentu saat itu, saya juga hahahaha 

Kemudian kamu harus menghadapi kenyataan itu, bahwa kamu mengidap SLE. Menjadi Odapus sepanjang sisa hidup. Kamu tidak pernah mengeluh, itu akan selalu jadi kebanggaan saya. Bahkan dalam sakit terakhir ini kamu sempat menolak keras untuk dirawat, saat kami paksa, akhirnya kamu baru mau bicara tentang resahmu, “kalau saya dirawat lagi Alken ( keponakan kita yang sangat kamu sayangi) sama siapa?”. Kamu menolak dirawat juga karena tidak mau saya yang selama kamu sakit jadi terlalu sering meninggalkan Bumi harus meninggalkannya lagi, kamu tahu betapa berharganya kebersamaan kami itu bagi saya, dan setulus hati ikut menjunjungnya pula. Tapi kamu juga adik ku, di darahmu dan darahku mengalir darah yang serupa, dek.

Saya marah, tidak seharusnya dengan kondisi itu kamu memikirkan kami, kamilah yang seharusnya memikirkan mu. Akhirnya kamu mau juga kami bawa ke rumah sakit itu. Dan benar saja, ternyata penyakit itu sudah menggerogoti otak-mu. Kami merawatmu sebisa kami, sekuat kami mampu. 

Malam kemarin saya dan mama berjaga, beberapa teman-mu datang, seorang teman saya juga datang menjenguk, kondisi mu sedang baik. Tapi lewat dini hari, monitor fungsi vital mulai mengkhawatirkan, kami panggil petugas, semua menjadi sibuk. Berkali-kali kamu tersedak, dan susah bernapas. Nadi mu melemah, kemudian kembali, melemah, kemudian kembali. Mama mendekat, membisikan dengan lembut ke telinga mu, “Kamu tidak punya dosa lagi ke saya”, seketika, jantung mu berhenti, kamu pergi... dokter menyuruh kami minggir untuk melakukan resutasi dan mencoba membawamu kembali, tapi saya tahu kamu sudah pergi, saya cium pelan dan berbisik di telinga mu, “I love you sweetheart”, ah... pasti kamu sudah tahu itu. 

Ternyata kamu hanya menunggu ikhlasnya mama ya dek? Orang yang paling kamu cintai sejagat raya. Sekarang kamu bisa bertemu papa di sana dek, dia pasti bahagia bertemu kamu. Putri kecil nya yang pendiam dan keras kepala itu sudah tumbuh sedemikian hebat.

Oh iya, teman-teman mu meninggalkan Dandelion di pusara, tertancap di dekat nisan mu. Aku tahu mereka juga kehilangan kamu seperti hal nya Aku, mama, Nora dan adek kita Rina. Tapi kamu tenanglah... Kami semua ikhlas kok dek, air mata ini hanya rindu. Peluk cium dari kami... yang akan merindukanmu... selalu. Seperti katamu... aku juga ikut berdoa : semoga kita terus begini... selalu saling mencintai.

Farewell sweatheart!

-Abang


Rabu, 04 September 2019

TERIKAT

Perempuan itu salah satu kesayangan saya. Petualang keras kepala, niat nya batu. Sedikit bicara, banyak kelana-nya.

Biasanya dia bebas naik ke gunung mana saja, menapaki pantai mana saja, turun ke gurun, menikmati negeri Sakura. Dibanding saya, dia petualang terbesar di keluarga.

Virus itu diam-diam naik ke kepala, menurunkan kesadarannya tanpa kami curiga. Adik kesayangan kami diuji lagi. Malam ini, hati saya berkeping-keping melihat tangan nya yang dulu terkepal meninju langit biru harus kami ikat ditepi ranjang agar tidak mencopoti kateter dan jarum infus.

Saya tidak tahu bagaimana mencari penghiburan selain menulis blog yang tidak dibaca siapa-siapa ini. Kalaulah bukan lelaki tertua yang harus menjadi paling kuat di antara semua, mungkin saya sudah menangis meraung-raung. Tapi untuk dia, tidak boleh begitu, kami harus kuat, agar bisa membawanya kuat.

Ayolah bangun petualang Merah, kita masih harus menekuk lutut dunia dan meninju langit biru sekali lagi, bersama ya!

Abang-mu ini juga bisa resah lho dek :( Cepat Bangun!!