Halaman

Rabu, 28 Desember 2016

Gagal

Kegagalan itu pahit, seberapapun pandai kau membungkusnya dengan kata-kata manis, dia tetap pahit. Sebagian dengan sok bijak akan berkata ala motivator bahwa kegagalan akan menjadi pengalaman dan pengalaman adalah guru yang berharga, kadang mereka akan mengutip Rumi tentang pahit yang mengajarkan manis... tapi mereka bukan Rumi.

Saya sedang merasa gagal? iya

Tentang apa? Sudahlah, tak perlu tahu

lalu??

tidak ada terusannya, cukup di sana, hidup berjalan terus dan saya akan mencoba lagi 😁

Apa ini hanya keluh kesah?

Mungkin

Ada gunanya buat pembaca?

Saya rasa tidak 😂

Untuk apa ditulis??

Seperti biasa... untuk saya kenang... akan saya ingat baik-baik rasanya, pait hahaha 😅

Sabtu, 17 September 2016

Pesan

Entahlah... kali ini ada keinginan yang kuat sekali untuk menuliskan post ini setelah menjumpai dia di ruang kerjanya yang biasa, di rumahnya yang tenang itu. Tidak seperti biasanya, kali ini dia berbicara tentang mengenali diri, sesuatu yang sedang sangat keras saya lakukan akhir-akhir ini, sesuatu yang sangat jarang akan dibicarakannya kepada saya. Dia berbicara pelan, tentang sebuah buku yang menjadi jangkar yang dimintanya aku temukan, tentang being in present moment, tentang mengenali diri. Ah,... tiba-tiba perasaanku tidak enak. Anak muda, aku sampaikan ini untuk kau sampaikan ke generasi nanti, orang-orang berikutnya yang berada di garda depan, begitu katanya.

"Kamu suka sajak kan?? Jaga terus itu ya... hal yang baik sekali untuk jiwamu." begitu pintanya dengan lembut tidak keras dan tegas seperti biasanya.

Aku tertunduk, merasa dia berharap terlalu banyak pada kami yang hina ini. Saya menarik napas panjang, mencoba mengendalikan diri, menenangkan hati yang tiba-tiba gelisah luar biasa. Saya gagal, self awareness yang saya pelajari, tentang menjadikan diri pengamat tanpa justifikasi tidak berhasil saya terapkan, patung dari papua dan kepala Beethoven itu memandang jijik pada saya, tiba-tiba gelisah itu berubah menjadi takut.

Ah.. kau baik-baiklah dulu kawan, kamu masih jangkar yang menyatukan kami dan sejujurnya... saat ini belum kuat kami berpisah darimu.

Minggu, 24 April 2016

Beatrice and Virgil by Yann Martel

Aku membaca buku ini dengan kecepatan yang sama dengan alur ceritanya, lambat dan membosankan hingga menjelang bab-bab akhir dan cepat serta menegangkan di ujung cerita. Kata-kata berjalan lamban, tinta Yann Martel buram dan berbelok-belok, hingga 7/8 bagian aku sudah menetapkan bahwa ini buku yang buruk, karya gagal seorang penulis besar yang pernah melahirkan life of pie yang agung dari penanya. Aku sudah membayangkan hinaan apa yang akan aku tulis dalam resensi mengenai buku ini dalam post ini. Tapi tidak, aku salah, Yann Martel menang, saat Nowolipki 68 disebutkan, cerita itu berubah. Semua remeh temeh, kemeja, buah pir, daftar-daftar, segalanya seperti menyeruak dan kembali keluar di akhir cerita, seperti kenangan yang berloncatan, meneriakkan betapa penting dan tidak remehnya mereka! Saya dilucuti sampai ke dasar, saya dihajar habis-habisan oleh kejeniusan Yann Martel. KEPARAT!!! Teriak saya di warung Indomie ketika menyelesaikan buku ini. Kau pikir ini kisah mengharukan tentang kera dan seekor keledai di atas sebuah negara kemeja seperti tertulis di halaman depan sampulnya? Oh tidak kawan, meski berjalan lamban dan membosankan, lakukanlah saran saya ini ; Selesaikan! Maka semua pengorbananmu di awal hingga menjelang akhir buku ini akan terbayar LUNAS! Bagaimana kalau saya hanya baca bab terakhir saja? Tidak! Kau tidak akan merasakan gejolak seperti yang saya rasakan jika kau tidak melewati garis-garis kisah ini dari sampai akhir. Terkutuklah kau tuan Martel! Tuliskan kami kisah lain! :)