Halaman

Senin, 22 Juni 2009

iya...

malam tadi aku meraung memohon ampun, padahal sudah kamu koyak harga diriku siang hari itu!
dan kamu tau kamu begitu berkuasa penuh di singgasana hatiku...
dan kamu tau kamu segalanya bagiku...
aku telah bersumpah, tidak akan meninggalkanmu,
jika kamu pergi! akan kukubur dalam-dalam, berlari sejauh mungkin hingga teriak-ku sekalipun tidak akan pernah lagi terdengar olehmu! dan kamu akan tau, tidak ada orang yang mencintaimu dengan caraku!

aku mencintai mu
dan sekali jatuh cinta kita hanya bisa menghamba,
buang logika itu, ke sini... teggelamlah bersamaku :)

Minggu, 21 Juni 2009

2 februari 2009

Dalam perjalanan yang entah ke berapa, bandung-jakarta, sepulangnya aku ke pelukanmu. malam yang berbicara lewat hujan, travel itu berhenti di salah satu sudut kotamu, aku ikut turun bersama sopir yang punya perlu dan aku yang butuh candu.

kuambil racun keparat itu sebatang, aku nyalakan, memenuhi rongga dada dengan asap menthol.... aku lihat kalian,kakek - nenek, sepasang adanya. trotoar buah batu itu tempat tidur kalian malam ini, mungkin ranjang pengantin kalian, sesosok tubuh membisikkan tentang kalian yang bertemu di jalan, jatuh cinta, tumbuh dan tua dengan keadaan yang kian buruk setiap harinya. bahkan hubungan kalian tidak di ikat oleh apa-apa.... tak mampu kalian bayar seseorang untuk menikahkan kalian, pun biaya penghulu terlalu besar dibanding perlu kalian yang selalu minta makan.

aku menyalakan kamera ingin mengabadikan moment itu,... moment saat sang pria renta memetik setangkai bunga untuk perempuannya yang terbalut kain lusuh, basah, namun setia. shutter sudah ditekan setengah... lensa sudah fokus .... sebelum aku memutuskan untuk tidak se-egois itu .....

aku minta maaf kepada kalian berdua, lebur dan matilah kalian dalam cinta, semoga berbahagia, mematikan rokok, kembali ke bangku, mereka-reka sang pria berkata apa...
mungkin begini :
Ini setangkai kembang, satu-satunya yang bisa aku berikan padamu....

Tuhan, nistakah aku berpaling dari rahmatmu??

solilokui...

aku bersama perempuan dengan senyum bulan itu duduk di ruang tamu sebuah kontrakan ketika kau yang memang ditunggu datang ke situ mengawali jakarta bandung kita berempat malam harinya. kita menunggu si empunya kendaraan, temanmu, calon kakak iparku (amin).

aku hanya tahu sedikit tentangmu, perempuanku menuturkannya sebelum kamu datang. tentang alutsista yang minim perawatannya, tentang kecelakaan seorang scientist yang menjadi prajurit dan gugur untuk negaranya, tentang tunjangan kematian yang tak seberapa, tentang hidup yang harus kau jalani sendiri, ah tidak, berdua dengan buah hati kalian.

ah, aku tahu rasanya kehilangan, mungkin jika aku bertemu kamu lebih cepat, aku tidak akan semelankolis itu dengan rasa kehilanganku, kamu tentu jauh lebih menderita, terperosok diceruk-ceruk yang menyakitkan itu.

aku ingat hari itu aku memeluk perempuanku dengan erat, berjanji dalam hati, tidak akan pernah terucap lagi dari bibirku kata-kata pergi meninggalnya, meninggalkan senyum bulan itu.

sekarang setahuku, lagi-lagi dari perempuanku, tentang kamu yang gagah, jumawa, bertugas entah dengan tangan bersih atau kotor menjalankan misi sebagai agen pemerintah, setidaknya aku pernah mengucapkan kata-kata ini dalam hati karenamu :

.. Kadang hidup memang tidak memberikan kita banyak pilihan selain mengikuti jalan yang sudah ditentukan jauh sebelum aku dan kamu ada...

beberapa bulan kemudian aku dengar lagi tentang prajurit yang gugur, tentang anggaran perawatan yang rendah, dan perempuanku menemukan catatan puisiku, aku tulis buat kamu, buat begara ini, buat kita semua, meski tak satupun malaikat yang mau tau!

Jumat, 19 Juni 2009

aku bahagia!

wah ... 2,3,4 hari ini aku bahagia.... hohoho, entahlah, gak jelas mengapa, meski mengumpat2 pemilu, kekacauan di iran, suasana kerja yang sebenarnya tidak nyaman, tapi aku bahagia, sungguh.... ah, mungkin karena suara-suara itu.... mungkin karena aku kembali berbicara dengan sepi, ah.... mungkin karena aku menemukan kembali sebuah tempat kemana hati selalu ingin kembali, ah.... mungkin aku kembali bertemu dengan diriku sendiri... dunia, lihat... aku tersenyum lagi, berbagi :)

debat

tentang debat pilpres malam tadi, yang sengaja saya nyalakan tv buat melihatnya. siaran tertangkap jelek, berbayang-bayang, saya paksakan juga. arghhh... ternyata cuma dagelan. debat macam apa ini??? debat yang aneh... semua sepakat,semua setuju.

bahkan jawaban terbodoh macam "...lumpur yang seperti gunung di bawah sana" (mud volcano maksudnya dia) gak ada yang nyerang, semua sepakat, semua sama, sama-sama tidak cemerlang! ada satu, dia yang terlihat jumawa, bukan karena jawaban dan pandangan yang brilian, tidak lebih karena 2 lainnya tidak bisa mengimbangi.

aku ngantuk, lelah, kecewa... tertidur dihantar dagelan itu yang masih terus pentas, tentang orang-orang berlomba menuju istana. dalam mimpi aku ingat aku berdoa, tuhan,... berilah kami pemimpin yang terbaik di antara mereka yang tidak baik...

amin amin...

ini sepotong lagi saya hantarkan doa dari neraka.

saya pikir mang soleh lebih baik dari pada mereka, sana mang... jadi presiden!

Rabu, 17 Juni 2009

sarinah

semua tertawa
semua nampak lega
melepas seorang pria berlayar di lautannya.

semoga semua yang tersembunyi sama indahnya seperti yang terlihat di depan mata.

amin, amin,

ini sepotong doa dari neraka.

Senin, 15 Juni 2009

tikungan perbanas, setiap pagi!

yang duduk menghadap waktu di tikungan situ,
menunggu dalam diam mu sesempurna pagi yang bisu.
ada sakit, lewat mampir sejenak.
memaksa sekedar berhenti, menatap pada tangan yang tegadah
kemudian pergi begitu saja, melanjutkan hari-hari...
sepi,...
aku bahkan tak peduli ketika besok kau kujumpai lagi...

ah, resistensi!

Selasa, 09 Juni 2009

koneksi

dan dibutuhkan ketekunan demi mempertahankan kebenaran! dan dibutuhkan keberanian demi menolak segala penyalahgunaan!

Senin, 08 Juni 2009

6 juni ... ke 2

bau pengap kereta, itu gerbong makan, pesan nasi rames... bercerita tentang anak2 tanpa pendidikan dan kecanduan bau menyengat dari produk pelekat. sedikit dari 8 juta populasi telanjang pemikiran, tertindas roda ekonomi yang keras! aku pulang ke kota mu setelah meminta seorang sahabat mempersiapkan waktu, uang, dan menyingkirkan segenap rasa kantuknya malam itu (terimakasih dudi)

sedikit gerimis, bau tanah yang basah, nyala lilin, dan peluk hangat....

aku berdoa, masih bisa merayakannya seribu kali lagi untuk mu.

selamat ulang tahun,...