Halaman

Selasa, 23 Maret 2021

SELAMAT JALAN PETUALANG

Beberapa petualang susul menyusul berpulang. Saya tidak mengenal mereka secara langsung, melainkan lewat tulisan-tulisan, dan dari sepintas cerita Aki ; sahabat, advisor, dan mentor mereka, guru kami semua juga.

Awal bekerja dengan Aki dia pernah bercerita tentang mereka, “gerombolan anak-anak keras kepala yang menyenangkan” katanya pada saya. Sewaktu mahasiswa, dan jadi “aktivis” karbitan, tentu saya juga membaca tentang mereka. Kawanan itu sudah menjelma menjadi semacam idola buat saya dan kawan-kawan.

Khusus Herman Lantang, selain dari tulisan Gie dan cerita Aki, saya setia sekali mengikuti blog yang dia buat, meski tidak banyak yg ditulisa di situ. Tahun 2013, saya ingat, dia memposting poto bersama Aki & Nini, di Dago. Rumah yang sering saya kunjungi juga. Saya baru dimarahi Aki saat itu dan tolong dicatat : saya jarang dimarahi beliau “sekeras itu”, jadi tentu saja saya ingat 😂

Dalam tulisan itu, Herman mengutip surat Aki untuk teman-teman MAPALA UI. Sepotong dari surat itu begini : “...soal mati bukan mendjadi urusanmu, tetapi jang menjadi persoalan pertama ialah apa jang dapat kau perbuat dengan hidupmu jang pendek dan singkat didunia ini untuk kebadjikan rakyat dan bangsamu”. Herman tentu sangat meresapi surat dari 1966 itu, toh dia masih mengingatnya di tahun 2013, 47 tahun setelah-nya.

Kemudian hari saya juga tahu, beliau membuka site camping, yang sudah diniatkan, tapi belum terwujud saya kunjungi hingga detik ini. Kamu lihat, bahkan di usia senja, dia masih saja konsisten mencintai Indonesia, keindahan alamnya, lembahnya, puncak-puncak gunungnya. Bahkan berbisnispun tidak mau dia jauh dari situ.

Saya ingat, pernah berkata pada diri sendiri, lihat kal, anggota gerombolan itu. Yang sudah pergi terus dikenang dan tulisannyan terus dibaca puluhan tahun. Yang masih hidup setia dengan jalannya, sang Guru terus mengajar, sang petualang terus mencintai tanah dan air indonesia, seperti yang dia cetuskan puluhan tahun lalu, menjadi seorang “PECINTA ALAM”. Kosistensi dan Kesetiaan adalah barang langka di jaman sekarang bukan?

Gie sudah lama mendahului. Lalu belum lama ini, kita juga ditinggal kakaknya, sang Guru Arief Budiman. Dan sekarang, Herman Lantang, sang petualang itu juga berpulang.

Saya sungguh-sungguh berdoa dalam hati, di pengadilan akhir nanti, sang petualang akan berbicara kepada penciptanya, seperti yang tertulis pada surat 1966 itu ; “... aku telah melihat,dan menikmati dan mentjintai dengan segenap hati dan sanubariku, segala apa jang Kau tjiptakan, semua gunung2mu, lembah2, sungai2, telaga2 dan samudramu, semua bintang2Mu dan pepohonan serta makhluk baik dipadang rumput maupun dipadang pasir. Engkau tidak mentjiptakanja dengan sia2, semua tjiptaanMu memang betul2 hebat dan indah”.

Beristirahatlah PETUALANG

-dari pengagum yang menghormatimu, meski tidak pernah sekalipun bertemu! 

...dan lagi-lagi, saya merasa ada yang hilang, kosong.