Halaman

Sabtu, 29 Februari 2020

Sirkus Pohon by: Andrea Hirata

Saat #bumibiru dan miu sudah pulas, saya putuskan menyelesaikan buku ini. Perlu beberapa jam hingga tuntas ke halaman terakhir. Saya bangkit, mengambil gambar ini sambil mengutuk; KEPARAT kamu Andrea! 

Setelah laskar pelangi yang itu, padang bulan dan cinta dalam gelas bagi saya melewati edensor, tapi belum melampaui master piece nya tersebut, tapi Sirkus Pohon ini bagi saya binatang yang berbeda! Bahkan enggan rasanya membandingkannya dengan laskar pelangi. The Night Circus nya Erin Morgenstern adalah fantasi mistis tentang rombongan sirkus yang paling saya suka sejauh ini, tapi sirkus pohon terasa lebih hidup dengan cara yang berbeda.

Buku ini membuat saya melihat Andrea Hirata kembali sebagai seorang jenius. Tidak semua orang suka orang jenius...  Damar dan orang-orang yang sepakat dengannya sempat tidak suka dengan klaim Andrea, Nazi juga menawarkan hadiah untuk kepala Einsteins hehehe ah sudahlah, penulis dan karya bagi saya harus dipandang terpisah walaupun sulit 😂😂

Kembali ke Sirkus Pohon, setting kehidupan perkampungan Melayu masih menjadi amunisi penulisnya, tapi permainan kata sedikit berbeda di sini bila dibanding karya-karya dia yang pernah saya baca sebelumnya. Pantun duo kakak-adik Ipar saat menghibur Dinda sangat cantik sekali di kepala saya. Kesan sinis yang jenaka, kegigihan-kegigihan tak berlogika, atau kejadian-kejadian misterius di dalam rangkaian kisah, berpilin kocak, tapi sistemik hingga ke penyudahan.

Tentu saya suka permainan asmara antara sobri the “Hob” dan adinda yang serius serta Tara dan Tegar yang lebih muda dan manis, tapi tidak ada tokoh di dalam kisah ini yang lebih memukau saya selain Trapoli si gorong-gorong “licik” itu.

Apakah Andrea sdg menceritakan metafora politik? Atau berasyik-masyuk dengan kenangan-kenangan budaya? Atau mungkin sekedar menulis imajinasi-imajinasi di kepala? Hanya dia dan tuhan yang tahu, saya tdk tertarik mengetahui itu lebih jauh. Yg sy tahu, dia (sekali lagi) KEPARAT! Buku ini menyenangkan dengan cara yang keterlaluan, membuat mu sedih, lalu tetiba merasa kocak dan jenaka.

Sudah mau subuh, rasanya saya akan tidur dengan bahagia sambil menyumpahi Andrea Hirata lagi wkwkwk selamat minggu!

Rabu, 26 Februari 2020

Bumi Sakit

Jumat minggu lalu... Bumi terkena shock. Di sekolah dia jatuh tertidur, istri saya membawa tubuh kecil nya yang lemah dan dingin ke rumah sakit. Kami berterimakasih pada kawan-kawan paramedis RS Limijati yang sigap. Saya mengerti betul apa konsekuensi terlambat beberapa menit dalam kondisi seperti itu. Di instalasi gawat darurat, cairan dengan cepat dipompa langsung ke pembuluh darah nya. Nadi yang melemah kembali, sirkulasi tubuhnya berjalan lagi sebagai mana mestinya. Dia harus diopname, menginap beberapa malam dan di observasi. Hasil lab menunjukkan positif DB dan ada infeksi bakteri bersamaan.

Setelah perawatan perinatal, ini kali pertama bumi sakit hingga harus di opname di rumah sakit. Saya tiba usai zuhur. Ujung-ujung jari nya masih terasa dingin, tapi masa kritis telah lewat. Menyalami dokternya, mengucapkan terimakasih. Memeluk Bumi yang masih lemah, sembari memejamkan mata, mencoba meraup semesta agar berpihak pada kami.

Hari berikutnya dia sudah kembali ceria, bisa bercanda dengan ibu dan adik-adik saya, bisa marah-marah lagi saat ipad nya disita miu dan saya hehehe saat trombosit nya kembali dan demam tidak lagi hadir, kemarin dia diperbolehkan pulang. Kami semua lega. Bumi juga senang bisa berjumpa mainan-mainan nya di rumah hahaha

Kali ini sakit nya Bumi menjadi jeda, seperti mengingatkan saya untuk berhenti sejenak. Mengingatkan kembali bahwasanya proyek yang gagal itu biasa, kantor yang tertunda juga biasa, dan bahwasanya... bahkan hidup ini pun ladang permainan semata, dia bisa berakhir seketika atau menjadi terlalu lama dan membosankan. Terserah yang mana... bedanya bisa tipis saja.

N.B : semprot nyamuk di rumah-mu!

Rabu, 19 Februari 2020

Divergen - Konvergen - Transform

Dalam teori lempeng tektonik, ada tiga tipe utama pergerakan pada batas-batas lempeng tektonik. Yang pertama adalah divergen, yaitu saat kedua lempeng tektonik yang berbatasan bergerak saling menjauhi. Mid oceanic ridge, tempat magma naik dari perut ibu bumi dan mendorong lantai samudera di atas nya ke sisi berlawanan (sea floor spreading) adalah bentuk dominan dari tipe ini. Yang kedua adalah konvergen, dimana lempeng yang berbatasan saling mendorong atau bertumbukan. Palung-palung dalam di lautan, pegunungan tinggi yang terus tumbuh (sebelum diberangus lagi oleh erosi dsb) seperti himalaya dan jaya wijaya adalah bentuk manifestasi dari tipe ini. Tipe terakhir disebut transform, saat lempeng yang berbatasan bergerak menyamping, relatif ke kiri atau ke kanan terhadap lempeng yang lain. Sesar San Andreas yang menjadi batas lempeng pasifik dan lempeng amerika utara adalah contoh yang paling sering disebut untuk tipe ini.

Akhir-akhir ini saya memandang hubungan antara dua manusia yang saling terkait juga garis besarnya seperti itu. Ada yang bergerak saling menjauhi, tidak terikat sama sekali, semakin lama semakin jauh. Ada yang bergerak ke arah yang saling menyamping, meski bersisian dan sejajar tapi satu bergerak ke kiri yang lain bergerak ke kanan saling bergesekan. Ada juga yang semakin intens berhubungan, bertumbukan ideologi dan tujuan, seperti lempeng tektonik juga, saat satu lebih ringan, yang berat menunjam turun ke bawahnya. Saat mereka seimbang... lahir gunung-gunung tinggi hasil paduan gaya dari dua sisi, terangkat mereka menuju langit tinggi.

Hanya saja... umur fenomena ini dalam tektonik bisa amat sangat sangat sangat panjang. Skala waktunya skala ahli-ahli geologi, yang ratusan juta tahun baru dihitung satu periode oleh mereka. Sementara dalam konteks hubungan antar dua manusia dia lebih dinamis. Detik berikutnya bahkan bisa berubah. Teman dan musuh, cinta dan benci, semangat dan patah, prinsipil dan opportunis, teori dan applikasi, jarak nya bisa sangat tipis, arah dengan cepat bisa berubah 180 derajat.

Saya sedang sangat bersemangat, mengerjakan hal-hal baru, bertemu orang-orang baru, sekaligus juga membawa kamerad-kamerad lama saya. Tapi di lain sisi, bohong kalau saya bilang hari-hari ini saya juga tidak sedang merasa sedikit sedih. Ada banyak hal-hal indah yang diakhiri.

Setelah berbagi banyak ide dan tawa, kawan-kawan saya meninggalkan kota kami hari ini, ada yang ke Barat, ada juga yang ke Timur, kembali ke arah pulang masing-masing. Saat sendiri, suara-suara di kepala saling bersahutan hingga bergema. Semangat saya ditekan, kali ini dalam sunyi, ternyata sedih punya kuasa lebih. Saya ingat, bahwa pada dasarnya setiap kita sendiri, memilih dan menulis jalan masing-masing. Jika searah dan seirama mari melangkah bersama, jika harus mengambil jalan berbeda, mari berpisah, dan semoga sedikit tumbukan tidak menghancurkan segalanya.

Dari Bandung saya berdoa, yang terbaik bagi sahabat-sahabat semua. Kelak... jika umur kita panjang, dan kebijaksanaan makin mendekati, mungkin kita akan menertawakan semua. Godspeed Fellas. I love you all.

mengantar pulang

Adalah berat mengantarkan-mu pulang dek. Menemani detik akhir-mu, menurunkan kamu ke lubang itu, menutupi tubuh kaku-mu yang aku bujurkan menghadap Barat.

Kamu dan diam-mu itu masih membayangiku hingga detik ini. Adek Ulfa, jutaan peluk dan cium sayang dari kami yang rindu.