Halaman

Kamis, 18 April 2019

Pilihan

Baru genap 2 bulan menjalani apa yang dulu saya cita-citakan, hidup bebas dan tidak berada di bawah telunjuk siapa-siapa. Jujur saja euforianya masih terasa sekali 😂 Saya bisa mengantar Bumi sekolah tiap hari kalau mau, atau memilih menikmati malam merenung dan membaca apapun yang saya suka tanpa takut terlambat ke kantor esok hari, lalu bekerja sambil menunggu Bumi pulang di sebuah warung kopi kecil. Bertemu banyak orang-orang baru, berpergian kemanapun saya suka, saat uang kami cukup, bersama Miu dan Bumi kami bisa berlibur tanpa harus mengajukan izin ke siapapun.

Baru dua bulan, saya bahkan belum sempat menyelesaikan rangkaian ziarah yang sedari dulu ada di benak saya, baru sempat mengunjungi peristirahatan Bung Hatta, Husni Thamrin dan Chairil Anwar, saya bahkan belum mendatangi makam Gie yang berada di bilangan Tanah Abang, belum menemani Bumi untuk menyelesaikan misi mengunjungi GWK dan melihat banyak Buddha. Oh, tapi kami sudah memanjat tangga Batu Cave di KL dengan sukses sih, dan itu benar-benar dream come true bagi saya, kau tidak perlu hal-hal besar untuk bahagia itu memang benar adanya 😅

Saat saya masih menikmati segala hal remeh temeh yang membahagiakan itu, malam ini pilihan sulit datang dan cukup membuat saya tidak bisa tidur. 

Saya kebetulan sedang di Jakarta hari ini, menghadiri meeting dengan dua klien saya. Saya hampir terlelap setelah menelpon Bumi, telpon genggam saya kembali berdering, seorang kawan meminta waktu bertemu, hampir tengah malam... kawan sekaligus rekan bisnis saya ini saya rasa tidak akan melakukan hal itu kalau tidak ada hal penting. Saya sanggupi, lagi pula menikmati gelap adalah salah satu keahlian utama saya hehehe.

Kami jumpa di Menteng, salah satu tempat favorit kami menikmati jajanan kaki lima kemudian di lanjutkan dengan segelas kopi. Saya laporkan hasil meeting saya dengan dua klien kami tadi siang dan kemaren lusa, menyepakati beberapa hal untuk dilakukan ke depan dan dimulailah percakapan yang membuat saya malam ini masih terjaga menulis post ini.

Dia bilang mau meninggalkan perusahaan yang sekarang brand nya kami bawa. Biasa, orang-orang seperti kami ini bakalan malas bekerja bila tukang gosok sudah menguasai politik kantor, hahaha 🤣 

Dari 6 tawaran, dia sudah memutuskan hendak memilih yang mana. Setelah membahas bagaimana langkah mengamankan kepentingan saya yang selama ini dia pegang agar tetap berjalan baik, dia mengajukan tawaran itu, tawaran agar saya membantu dia di korporasi yang baru nanti. Dia sudah tahu bagaimana saya dan bagaimana sepak terjang kami. Dan saya yakin dia juga tahu angka psikologis yang cukup untuk ditawarkan pada saya.

Saya terdiam cukup lama... jujur saja, pekerjaan yang dia tawarkan ini sangat menarik, tidak hanya dari sisi finansial tapi juga seperti menantang seluruh keberanian untuk mengambil risiko, menantang keingintahuan purba dalam dada saya untuk memasuki ranah baru yang belum pernah saya masuki, rimba belantara yang berbeda meski di industri yang sama. Sangat menggoda, sangat sangat menggoda.

Saya terdiam cukup lama menimbang segala hal. Secara finansial jelas ini akan menguntungkan saya, kembali punya gaji tetap bulanan, dengan bisnis lama yang terus bisa berjalan, membuka berbagai kesempatan ke depan dan banyak hal-hal lain yang menguntungkan. Tapi ini bearti saya harus kembali mengorbankan kemerdekaan yang baru saja saya miliki. Walaupun dia menjanjikan jam kerja yang sangat fleksibel, tapi mustahil saya bisa melakukan manuver-manuver waktu sepertinyang sekarang bisa saya lakukan. Menerima tawaran ini juga bearti menjual lagi sebagian kebebasan yang baru saya rebut meski tidak akan sebanyak dulu tentu.

Di sisi lain, sebagian logika saya mempertanyakan, kalau-kalau saya ingin menolak hanya karena sudah tidak punya keberanian memasuki belantara asing? atau jangan-jangan saya sudah melemah dan terjebak zona nyaman baru untuk tidak mau berkembang dan mengepakan sayap terbang lebih tinggi? Jangan-jangan saya hanya takut untuk bekerja keras? Sejujurnya... dua bulan ini benar-benar saya habiskan dengan bersantai. Bekerja secukupnya... bersenang-senang, bekerja secukupnya lalu bersenang-senang. Jangan-jangan saya melemah lebih cepat dari yang saya duga? Dan terus terang... saya merasa ketakutan sendiri terjebak lagi di zona lama 😅 zona nyaman itu sungguh berbahaya kawan, percayalah. Mereka bilang kalau bisa memperluas zona nyaman kenapa harus keluar. Tapi percayalah, selama kamu tidak keluar... luasan zona nyamanmu paling-paling melebar sedikit dan tidak banyak pertumbuhan yang bisa kamu lakukan. Kamu akan menjadi terlalu lembam. Dan bukankah saya sudah bertekad untuk tidak seperti itu lagi?

Ah... saya bersyukur dan sangat berterimakasih pada segala kesempatan yang sudah diturunkan pada saya, termasuk kesempatan yang hadir malam ini. Jika saya tolak... apakah tidak bearti saya juga kehilangan rada bersyukur dan terimakasih itu? Duh 😅

Tapi kalau saya terima, saya juga harus melepaskan atau setidaknya menunda usaha rintisan yang selama ini ada di benak saya. Sebuah rencana yang bertahun-tahun melekat di kepala dan mau saya lakukan jika punya banyak waktu seperti yang sekarang tersedia. Mimpi untuk membangun bisnis bersama kawan-kawan baik saya sedari kecil. Kami sudah menunda dan terlena selama sekian lama, apakah saya akan mengulangi hal yang sama?

Hari sudah berganti, tidak terasa sudah 1 jam lewat dini hari. Saya minta pulang dan waktu berpikir. Sesampindi tempat tidur saya memejamkan mata dan kembali menimbang segala hal. Kemudia tiba-tiba saya tersenyum. Ah... saya-kan tidak sendiri, kenapa naif sekali. Saya panjatkan doa, lalu memantapkan hati untuk besok bercerita kepada Miu dan Bumi, serta mengirim pesan kepada seorang kawan baik yang saya kira tepat untuk juga ikut memberi pertimbangan; “jika besok kau lapang dalam hati yang tenang, telpon saya ya!” 

Lalu saya mulai menulis post ini dengan sebaris senyum, merasa lucu dengan segala kegalauan tadi. Lha wong dapet rejeki kok bingung. Kalau mau tinggal diambil dan gak salah, kalau. Gak mau ya bagi ke orang lain yang lebih perlu, gitu aja kok repot hehehehe akhirnya saya ngakak sendirian menyadari bahwa alur berpikir saya tadi terlalu 😂😂 saya tiba-tiba ingat Gie ; “.... kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak’kan pernah kehilangan apa-apa.”

Hidup memang ajaib, setelah ini... entah ke tikungan mana dia membawa kita. Mari bertualang!