Halaman

Kamis, 26 Juli 2012

The bartimaeus trilogy : The Amulet of Samarkand

Jonathan stroud menulisnya dengan gaya yang sangat bagus. Karakter bartimaeus dan Nathaniel secara bergantian menjadi penutur kisah yang luar biasa. Stroud sendiri sangat pandai memainkan kedua karakter ini.

Tidak seperti gaya Hemingway dalam farewell to the arms nya, sifat kedua tokoh ini di ekspos dengan jelas. Intrik antara master dan budak disusun secara natural.

Buku pertama menyisakan banyak misteri pada konspirasi tingkat tinggi yang digagalkan oleh Nathaniel. Kejeniusan Nathaniel dan Bartimaeus terkesan agak muluk. Tapi tidak dapat disangkal buku ini adalah pembukaan yang luar biasa untuk sebuah trilogi dunia sihir.

Bravo! I will read another books and wait whatever come from Jonathan Stroud in future.

Selasa, 17 Juli 2012

Kebebasan

Bebas

Sebuah kata yang kian absurd.
-------------------------------------------

Apa bebas adalah hilang
Tenggelam dalam kelam
Tegak menantang
Atau Berteman sepi suram??

Melakukan sesuatu sesuka hati?
Atau melakukan sesuatu yang disuka?
Mengejawantah hati dengan tingkah?
Atau hidup di dunia orang-orang mati?

Bukankah cinta juga belenggu kebasanmu?
Bahagiakah kita memeluk diri sendiri, menutup mata pada hidup yang semu?

Tidak lagi ku biar kan takut menjadi hantu
Hidup harusnya cukup satu
Angin sudah bertiup, tak ada waktu menunda terbentangnya sauh

Mari kawan, kita tentang badai di depan
Jangan surut, mesti kita tidak bersisian
Kelak dari pelabuhanku akan kukirim kabar pada persinggahanmu.

Selasa, 03 Juli 2012

Abang

Aku tidak punya kakak, dan dia tidak punya adik laki-laki. umur kami berbeda dua tahun, tapi kami bersahabat. entah bagaimana kami bisa saling kenal satu sama lain, yang aku ingat semenjak SD kelas 4 aku sudah sangat dekat dengan dia yang saat itu duduk di kelas 6. dia kerap memboncengku kemana-mana dengan sepeda polygon biru kebanggaannya. kalau dia bersama anak-anak kelas 6 bermain sepada bersama, mereka akan datang menjemputku. aku tidak punya sepeda, sehingga dia akan memboncengku. tidak di boncengan sepeda sebagai mana layaknya, tapi di setang sepeda. aku suka duduk di sana, dan dia tidak keberatan.

Persahabatan kami berlanjut, saat SMP dia begitu dekat dengan kepala sekolah. Dia kerap diminta membantu kepala sekolah membersihkan halaman SMP kami, dan aku secara sukarela akan ikut serta. saat aku tertarik belajar karate, dia juga ikut hanya demi menemaniku walaupun kemudian menyerah dan keluar karena tidak kuat, malas katanya.

kemudian kami pisah sekolah, aku melanjutkan ke SMU dan dia ke STM, tapi kami masih kerap bertemu. Saban hari sepulang sekolah aku akan mampir ke rumahnya. kadang sendiri, kadang membawa beberapa teman, sehingga dia pun akrab dengan teman-temanku seperti aku dekat dengan teman-temannya.

Kami berbagi semua, makanan, pakaian, uang, rokok, cerita. sampai akhirnya dia jatuh cinta pada seorang wanita, aku tidak suka. Aku benci saat mereka mengurung diri di kamar dan aku dibiarkan menonton TV di ruang tengah. Aku bilang perempuan itu tidak baik, dia dimabuk asmara, dan aku yang muda, merah, lantas marah.

Kami bertengkar, lalu berbaikan. dia masih dengan perempuan itu dan aku dengan hidupku melanjutkan studi ke Bandung. kami berpisah. Setahun kemudian aku pulang. dia sudah menikah, tidak dengan perempuan itu, tapi dengan perempuan baru. Ayah ibunya tidak setuju, dia pergi dari rumah, tinggal di rumah mertua nya. menjadi tukang ojek untuk biaya hidup. aku masih mahasiswa, dengan uang saku dari mama kami masih bisa menikmati rokok dan minuman bersoda seadanya.

dua tahun kemudian aku kembali pulang. semakin susah menemukan dia di kota kecil kami. setelah bertemu, akhirnya aku tahu dia sudah bercerai, namun sisi baiknya perceraiannya mendamaikan permusuhannya dengan ibu - bapak. dia dituntut menelantarkan anak istri dan di penjara 3 bulan. di sanalah aku menemui dia, di Lapas pengap yang penuh pungli.

Setelah lulus aku pulang lagi, sekarang dia bahkan tidak berhasil kutemukan di kota kecil kami. lewat seorang teman aku berhasil menemukannya. di sebuah pondok, jauh dari kota. sekarang dia petani, sudah beristri lagi. anaknya satu. dan bertengkar lagi dengan orang tuanya.

Pertemuan kami terakhir adalah saat adik ku menikah. dia hadir, dengan tangkas membantu semua persiapan, selayaknya dia seperti yang kukenal.

Lalu aku kembali ke Bandung, hijrah ke Jakarta, singkat cerita bekerja, menerima gaji, lulus S2, menikah dan semua hal lain selayaknya dilakukan kelas pekerja. hampir dua tahun rasanya kami tidak berhubungan.

aku berganti handphone, kemudian mulai merapikan daftar kontak di telpon baru. ada no nya... ragu... ku kirimkan sms menanyakan keberadaannya. tak lama telpon ku berdering, istri nya menelpon, memberikan ku nomor baru yang bisa di hubungi. segera setelah menyimpan nomor baru tersebut aku melakukan panggilan, tidak ada jawaban dari seberang. malam hari telpon datang darinya.

"hai"

"apa kabar?"

kami melewatkan basa-basi itu dengan kikuk, ada jeda...

"hei hei... kita ini kenapa?" tanya nya sambil tertawa

hahahaha aku tertawa

"Jeda waktu kadang merubah orang bang" kataku

"Hahahaha.... iya merubah kau jadi sombong tanpa telepon dan kabar" katanya kembali tertawa

aku tersenyum..

"Hidup berjalan kadang tidak seperti kita pikir," dia diam sejenak

"Aku sudah menikah dua kali, sudah mencicpi dingin penjara, 4 tahun tidak bertemu orang tua. tapi sepertinya kita masih bisa berteman baik" dia berkata tidak seperti biasanya. Mungkin perjalanan hidup memberikan kebijaksanaan dalam tuturnya.

aku berdehem sekali

"Iya, benar, tentu saja bang" sahut ku

"Hahaha,... sudahlah... jangan lupa telpon kalau pulang!"

"Ok bang"

" Hiduplah yang baik, jangan main perempuan, sayangi Keluarga, jaga istri, dan pelihara teman-teman yang kau punya"

"hei hei... satu-satulah bos" kataku

"hahahaha.... pulanglah sesekali, cerita-cerita kita"

"Siaplah hehehe.."

"Oke"

"Oke"

"Assalamualaikum"

"Salam alaika"

"Gak pernah bisa jawab aja waalaikum salam"

"Kum itu kan untuk jamak bang"

"ah.. kau ini hehehehe"

telpon diputus

aku membiarkan nada tut tut tuttttttttttt sampai akhirnya berhenti.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Entahlah ini untuk apa, aku hanya merasa harus menuliskannya saja.

Minggu, 01 Juli 2012

Giovanni Falcone

Falcone (1939-1992), adalah nama yang tidak aku kenal sebelum tadi malam. kisah hidupnya di film-kan dengan baik dalam judul yang sama dengan namanya. Falcone adalah sosok yang mungkin sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Berintegritas, berani, konsisten, cerdas, singkatnya sosok manusia kuat. dia adalah kriteria penegak hukum yang rasanya sangat sulit dijumpai dinegeri ini.

Falcone sangat beruntung didampingi sahabat seperti Paolo Borsellino, mereka berdua adalah pahlawan, mereka berdua, tunggu tidak benar-benar berdua, tapi layaknya Soekarno dan Hatta, mereka telah merubah wajah itali. mereka adalah simbol yang menjadi tolok ukur kebangkitan Itali melawan La Cosa Nostra.

Dedikasi Falcone, dengan keberuntungan yang hadir melalui Tommasso Buscetta, Mantan mafia yang bersedia bersaksi dalam Maxi Trial adalah perlawanan terbesar selama beberapa dekade pembiaran mafia oleh para politisi dan pejabat pemerintah. Mafia hadir di setiap sendi pelayanan publik, dari anggota dewan hingga pejabat tertinggi pemerintah,dan Falcone bersama orang-orang seperti Borsellino, Chinnici, dan Guarnotta, adalah mereka yang tidak takut. mereka yang tidak menyerah, meraka yang tahu, bahwa demi apa yang mereka perjuangkan peluru dan ledakan bom adalah taruhannya. tidak hanya nyawa mereka, berikut nyawa orang-orang yang mereka kasihi.

Setelah insiden bom 1992 yang membawa kematian Falcone dan Insiden pembunuhan Borsellini sahabat yang menggantikannya beberapa bulan kemudian. Rakyat bangkit, Salvartore "Toto" Riina, sang God Father pun akhirnya ditangkap.

Falcone dan Borsellini adalah pahlawan atas apa yang mereka yakini, pahlawan bagi rakyat yang hidup dalam ketakutan, pahlawan bagi sebuah bangsa dengan krisis sosial yang luar biasa. Pahlawan bagi mereka yang di masa depan kehilangan panutan.



He who is silent and bows his head dies every time he does so. He who speaks aloud and walks with his head held high dies only once. -Falcone

Dia telah gugur, dan hanya sekali gugur, untuk selama-lamanya.


You didn't kill Them, their ideas walk on our legs