Halaman

Senin, 25 Januari 2010

Malam itu...

Malam itu aku mengikuti langkah seorang kawan,... iya, langkahmu yang lebar2 itu, mulai dari kuningan hingga blora, dari blora hingga kampus kita, dari kampus hingga tempat berteduh perempuanmu, dari sana hingga cihampelas, dari cihampelas hingga sebuah pasar.

malam itu dibunuh dengan bergelas-gelas kopi, berbatang-batang rokok kami, kau dan saya juga lebih banyak diam saja, mereka bercerita.... bercerita tentang apa saja.... tentang hidup, tentang kuliah, tentang eksperimen, tentang pemikiran, tentang malam, tentang penderitaan, tentang kebahagian, tentang orang-orang terkasih.

di sekitar bau pesing, busuk daging, bau busuk mulut yang penuh alkohol, bau pertengkaran, bau sperma, bau orgasme, bau hati yang gamang akan jati diri, bau tembakau, bau lem bersatupadu bersenyawa semuanya masuk ke paru-paru.

seperti halnya suara, ada tasbih yang diucapkan, umpatan yang terdengar, rayuan yang manis, atau pinta yang memelas sama saja... sulit di cari bedanya di sini.

dan segala sesuatu memiliki keindahan, hanya saja tidak semua orang bisa melihatnya, aku kutip kata2 itu dari seorang pemikir yang aku lupa namanya...

bersyukurlah kawan, hidupmu tidak segersang 8-17, dan kau terus bertumbuh bersama orang-orang hebat itu.

aku tidak bisa jatuh cinta lagi.... di sini tempat kalian yang luar bisa,... kelak pada satu dua masa aku akan kembali mengunjungimu tentu di situ, semoga kalian selalu menjadi semakin hebat bersama loncatan waktu yang hingga.

aku tidak tau apa yang sebenarnya bisa diberi, tp pendapat tentang setidaknya mereka pernah merasa bahagia sebelum mati tidak bisa hilang dari kepala, aku memikirkannya,.... dan seperti tuhan... lagi-lagi jawaban tidak pernah kutemukan, mungkin kebenaran memang tidak bisa ditemukan namun selalu menemukan ah... ini juga sebuah entah yang sama

thank fellas, to make me feel alive that night....

Jumat, 15 Januari 2010

Dalam Kabut

masih pagi, kami dan ibu-ibu pencari kayu menembus kabut
dengan jarak pandang satu-dua meter, tertatih melintasi curam pananjakan.

tidak apa hari ini tidak terlihat matahari pagi, selimut putih kabut ini pun memberi kita banyak pelajaran bearti.

kita yang muda berjalan dengan tawa, berani, beelari, menderapkan kaki, menembus kabut menjejak pasir, menuju kaldera

mereka yang merasa bijaksana dengan umurnya bersembunyi di dalam kabut dalam sunyi, intropeksi, meditasi, tapa brata, atau justru lari, karena jaman sudah berganti.

ini hari milik kami... orang muda yang masih berani, yang sanggup menghadang panser dengan benteng semangat, yang akan berbahagia bila mati muda... begitu teriak kalian kawan... aku diam saja, entahlah,... masihkah aku seperti kalian??

puisi ini dari jiwa yang gamang, dari sejuta tanya di balik kabut pada lautan pasir sebuah kaldera, bromo masihkah kau menyimpan tanya ku? aku masih mencari.... jawaban tidak kutemukan di puncak mu, seperti tuhan yang tidak dia temukan di jayawijaya!

Senin, 11 Januari 2010

artalitha, sel super mewah, dan sahabat-sahabat saya

beberapa tahun lalu mengunjungi sebuah lapas dimana teman2 saya dengan sialnya harus mendekam di situ. bisa masuk setelah membayar 15ribu rupiah, sebuah pungli, sebuah sogokan yang tidak semestinya diberikan. saya belajar banyak di sana, hanya lewat beberapa kunjungan saya tau tentang gap antara para napi, tentang kuasa dan jual beli yang dilakukan para sipir, tentang pejabat yang menerima jatah tiap bulannya. hal anehkah? tidak tentu saja, sudah sering saya dengar keadaan macam ini.

beberapa hari lalu, satgas pemberantasan makelar kasus yang saya (mungkin juga anda) harapkan memberantas jaksa2 pemeras, atau taipan2 brengsek macam (jika benar apa yang disangkakan padanya) anggodo. melakukan sidak ke sel artalitha, pengusaha wanita yang dihukum karena kasus suap. terperengah mereka melihat selnya yang mewah dengan spring bed, tv layar datar, lemari pendingin atau lebih ekstrim lagi kamar koleganya yang dilengkapi fasilitas karaoke wew....

pertanyaan saya kemudian, inikah domain tugas dari satgas pemberantasan makelar kasus itu? ecrek sekali! atau merek cari muka dulu? jika begitu, kampretlah orang2 itu, bukankah dulu ketika pertamakali sang pengusaha dibawa ketahanan sudah ada pemberitaan tentang barang2nya semacam springbed (sangat mewah untuk ukuran penjara) dibawa dengan alphard menuju tempatnya menjalani hukuman kurungan? lalu apanya yang luar biasa?? bukannya tanpa ada sidak itu kita pun tau dia hidup mewah di dalam sana semacam juga tomi soeharto, atau ada yang mau melihat selnya aulia pohan, besan orang no 1 RI sekarang?

saat itu kuserahkan sebungkus rokok, kami nyalakan bersama, mengenang saat-saat kebersamaan kami dan liku hidup yang sangat berbeda yang kami lewati antara aku dan sahabat2ku... sang sahabat bertanya, "kau baik2 saja masih bersahabat dengan orang seperti saya?" saya tersenyum, tak apa kawan... aku mencintaimu dan kau menyayangi aku seperti saudaramu bahkan lebih, tentu kau harus dihukum karena kesalahan (yang mungkin tidak sepenuhnya juga salahmu) yang kau lakukan, tapi apapun kamu, kau sahabatku yang tidak pernah meninggalkan tempat di hati saya hingga angin bahkan tidak punya waktu menghapus namamu di situ.

menerima pesan pendek bernada sindiran beberapa hari yang lalu "... saya ingat dulu seorang lelaki menuliskan bahwa jika harus memilih harta, tahta, wanita, dan sahabat, saya akan memilih sahabat." masihkah saya bisa menyebutnya sahabat yang meminta saya harus memilih meningalkan dunia saya (di mana cinta, kedamaain dan kekuatan untuk bangkit saya temukan di sana) buat dia? atau masihkah saya boleh menyebut yang lain sahabat saat saya tidak ke mana-mana tapi dia memutuskan bahwa saya hanya mantan sahabat? atau orang yang tidak menghargai pilihan saya saat berbeda dengan mereka dan merasa merekalah yang paling benar, bahwa saya tidak akan berbahagia saat memilih jalan lain yang tidak diharapkannya akan saya ambil? masihkah mereka "sahabat"?

saya ingat bau sel sahabat saya itu, saya ingat tentang hal baik dan hal buruk saat kami bersama, saya ingat dia tetap menghadiri undangan mama saat syukuran lebaran lengkap dengan anak dan istri yang ketika dulu akan dinikahinya saya orang pertama yang paling tidak setuju. saya ingat betapa dia menghargai pendapat saya sekalipun memilih jalan lain dan betapa saya legowo dan tetap mencintai dia saat kemudian kembali kami berjumpa.

saya ingat sahabat lain, saat kami sama-sama berangkat, hendak mencari ilmu di bumi siliwangi, mungkin tidak dengan bekal celengan kuda seperti masanya adreas harefa berangkat ke tanah jawa, tapi semangat yang sama terus kami jaga, betapa bahagianya saya saat langkahnya kembali berlari setelah hampir tersungkur dan meredupkan mimpi. bukankah persahabatan seharusnya begitu? bukan sekedar duduk bersama di selasar himpunan, berbagi keringat lewat permainan bola kaki (saya terkadang memaksakan diri ikut bermain agar tau indahnya bau peluh kebersamaan itu)? terus terang saya lebih bangga bila persahabatan itu dicatat dari sebuah cita2 yang sama membentuk sekelompok mahasiswa baru agar lebih siap untuk tumbuh dan hidup dibelantara kampus gajah dengan segala paham dan dinamikanya, lebih kekal tercatat di memori saya setidaknya.

terkutuklah pemimpin-pemimpin yang memenjarakan sahabat saya dengan tidak manusiawi sementara memberikan fasilitas berlebih pada segelintir lain karena uang suap yang mereka nikmati.

terkutuklah saya jika prasangka atas sahabat-sahabat, atau terserah bila mereka mau di sebut "mantan sahabat" adalah salah.

ada begitu banyak hal yang ingin saya kekalkan lewat tulisan ini, tulisan yang di ilhami dari berita tengah malam tadi tentang sel mewah saat sakit kepala masih begitu hebatnya (dan karenanya menjadi semakin hebat) menyerang saya yang mencoba belajar, dari tulisan dan cerita seorang sahabat tentang kerasnya hidup anak2 jalanan yang dibinanya, dari makian seorang "sahabat" tentang saya, dari sebuah pesan seorang sahabat yang merasa dia terzalimi oleh perlakuan saya....

suatu ketika bangsa ini akan kembali pada azas keadilannya, dimana yang terhukum harus dihukum... tanpa sel mewah atau hal-hal lainnya, agar penjara menjadi tempat instropeksi, pembinaan, dan pemanusiaan kembali mereka dari sikap2 bukan manusia (cuma tikus yang menyuap penjabat untuk mendapatkan proyek!) begitu harapan saya dalam hati dengan optimisnya.

suatu ketika sahabat-sahabat saya akan mengerti, kita melangkah di fase lain kehidupan, tentu sikap kita musti berubah, ada hal yang masih bisa kita lakukan bersama, ada hal yang harus kita hadapi sendiri, berdiri tegak dengan kaki sendiri, dan suatu saat mereka akan mengerti, bahwa saya mungkin bersalah dan mereka belum tentu selalu benar dengan arogansi dari semangat muda mereka yang memandang sudah saya hapus benar2 nama mereka dari gurun pasir hati ini.

sebuah pesan pendek datang, dari dia yang telah bebas du tahun yang lalu, " anak abang naik kelas kal, semoga dia bisa ikut kau nanti kuliah di sana." aku tersenyum iya bang, sahabatmu ini mendoakan kau, keluargamu, selalu... entah dalam sadarmu atau ketidaktahuanmu... berbahagialah...