Halaman

Selasa, 30 Juli 2013

Bumi kecil, menangislah yang keras

Malam ini aku jauh nya beberapa ratus kilometer dari mu. Kabar tangismu sampai, lewat facetime dapat kulihat wajah kecil dan suara tangis itu terdengar di sini, kencang serupa badai :). Ah... Rasanya mau segera ke sana, menimangmu hingga lelap di dekapanku.

Menangislah yang keras Bumi ku, bersama itu teguhkan hatimu. Kelak acungkan tinjumu lurus menuju matahari dan genggam jalan langit dengan tekadmu.

Cium sayang Piu untuk Bumi Biru :)

Miu yang sabar ya, terimakasih untuk tidur yang terpotong dan mimpi yang mungkin akan jarang datang satu-dua tahun ini. Peluk
 >--(•__•)--<

Selasa, 23 Juli 2013

Eric chant dan korek api ajaib by: Diana Wynne Jones

Buku ini menyajikan kisah tentang Cat, gwendolen dan janet dalam dunia sihir. Sepertinya ditujukan untuk remaja, bahasanya terkesan datar dan mudah dicerna. Tidak ada permainan alur atau sudut pandang yang luar biasa seperti umumnya dijumpai oleh para penikmat fiksi sihir dalam karya jonathan Stroud.

Yang cukup menghibur adalah ide tentang korek api, meski terlihat seperti penyederhanaan hocrux dalam harry potter karya rowling bagi saya ide ini manis dan merepresentasikan ketentanan nyawa penyihir yang sangat hebat sekalipun :)


Nothing special but sure fun :)


Sabtu, 20 Juli 2013

Menunggu #2

Kemudian saat itu tiba. Jerit kesakitan berulang kali keluar dari bibir kekasihku, peluhnya membasahi seluruh tubuh seperti nil membanjiri dataran mesir. Pada tubir maut dengan sakit yang tak mampu kubayangkan, digenggamnya tanganku, dibisikannya namaku, jika tak diberi kuasa melewati ini supaya kujaga apa yang ditinggalkannya dengan pertaruhan hidup ini. Aku tersenyum, menghentikannya bicara, meyakinkan dia dan diriku sendiri agar kuat melewati jembatan ini, bahagia itu di sana sudah sedemikian dekat luar biasa dengan kami.

Akhirnya tangis sang bayi menggema, seketika kaki yang telah berkelana ke pelosok-pelosok negeri ini kehilangan tenaga. Aku terduduk mengucap syukur, menyeka bahagia yang tumpah di sudut mata, kulihat kekasihku terbaring di sana, senyumnya lemah namun wajahnya lega, kulihat anak kami di sana, tangisnya hebat menyambut atmosfer di luar tubuh ibunya, kulitnya merah, tangannya menggapai-gapai udara, aku berdoa agar kelak tangan itu bisa menyentuh langit biru di atas sana.

Bahagiaku?? Jangan kau tanya lagi, aku belum pernah selega dan sebahagia ini. Selamat datang Bumi Biru Kelana, tumbuhlah bersama kami, kelak berjalanlah ke segala penjuru, jatuh cintalah, belajarlah dari kesalahanmu, gali kebijaksanaanmu hingga sedalam samudera dan beranganlah setinggi langit yang biru, jangan lupa untuk memastikan agar hatimu selalu mengakar di bumi.

Rabu, 10 Juli 2013

Menunggu #1

Gedung ini bersinar kuning di pedar lampu-lampu nya. Kami terkungkung menunggu sedari tadi. Harap dan cemas silih berganti. Ah, mungkin begini yang dirasa orang tua kami hampir 30 tahun yang lalu.

Aku keluar sejenak, menyesap tembakau menenang kan diri. Teringat parkir ITB di tahun terakhir kuliah sarjana kami. Teringat pangandaran dan karang-karang tajam batu hiu, lalu teringat istana kana gedung tempat saya berucap sumpah, tidak lupa gili trawangan dan hotel sederhana itu. Semuanya melintas, saya tersenyum mengingatnya. Entah apa yang ada di pikiran kekasih saya saat ini, tentu dia lebih gelisah dibandingkan saya. Tenanglah sayang, tersenyumlah... Dia yang kita tunggu akan segera tiba :)

Rabu, 03 Juli 2013

Pohon-pohon harapan

Ditemani alunan musik sunda yang sesekali di selingi mozart atau beethoven, di sinilah saya, di sebuah kebun sengon milik seorang sahabat.

Dia dan beberapa pekerjanya sibuk memotong dahan pohon-pohon muda 6 bulan yang sudah mulai tumbuh semoga menjulang. Saya duduk berteduh menghindari matahari kampung pelukis yang terik membakar ubun-ubun, mentafakuri kicau burung, embikan kambing, desau angin bertemu dedaunan, dan alunan musik tadi tentu saja.

Garis langit menghantarkan saya ke sini, dan saya percaya selalu ada rencana misterius tuhan di balik setiap peristiwa.

Dengan hati dikuat-kuatkan saya melangkah ke sini, berharap sedikit rezeki tambahan untuk belahan hati yang sebentar lagi lahir.

Ada cita-cita besar agar saya dapat menemani dia tumbuh, menceriterakan kuda troya atau kejayaan roma, mengajari dia menapaki jejak bijak buddha dan tentu saja kanjeng nabi yang mulia. Mengajarkan dia berbuat baik, gigih, dan bekerja keras dengan contoh yang bisa dia saksikan. Menemani dia mendaki gunung pertama kali atau mengisahkan perjalanan metamorf hingga sampai ke permukaan di singkapan-singkapan.

Semua itu tentu sulit dalam belenggu 8-17 yang saya jalani sekarang. Saya takut akan kehilangan semua kenikmatan itu, saya takut menjadi bingung antara pulang dan pergi.

Di sinilah saya sekarang, mempercayai bahwa mimpi harus diperjuangkan, waktu harus dibeli, dan rintangan harus ditaklukan.

Di sinilah saya sekarang, mempercayai bahwa hari ini yang harus di nikmati. Masa depan hanya mimpi tanpa mulai dijalani, dan pasif menunggu adalah bukan untuk kami.

Apakah aku menjadi sedemikian pragmatis? Tidak juga, sedikit lebih realistas... Sembari tetap menggenggam mimpi-mimpi lama yang sekarang sepanas bara, menggapai mimpi-mimpi baru yang sekarang masih di angkasa.

Anak muda dengan kacamata hitam dan topi koboi itu berjalan kesana-kemari seperti tidak letih, saya duduk senyam-senyum sendiri memperhatikan pikiran menari... Ah... Mungkin ini mimpi di siang hari, tak apa... Setelah ini saya segera berjalan menghampiri :)