Halaman

Senin, 07 Desember 2015

Mimpi

Sebagian berpikir saya gila... Tukang mimpi... Sebagian menganggap impian saya kurang mulia, terlalu dangkal. Akhirnya saya berhenti berbagi mimpi-mimpi saya... Bahkan kepada sahabat-sahabat baik saya. Kemudian di perjalanan saya bertemu pemimpi2 lain yg impian jauh melampaui apa saya bisa saya bayangkan, hari ini saya tercengang... Menyaksikan mereka-mereka yang sudah melampaui mimpinya... Dan segera punya tujuan yg lebih tinggi lagi... Akhirnya... Setelah 7 tahun... Mimpi saya terasa semakin dekat... Terasa semakin kecil. Ah sudah! Biar saya jalani dulu yang ini, sembari menikmati kerikil2nya.

Kamis, 05 November 2015

Zadig by: Voltaire

Voltaire adalah nama besar dalam dunia kesusastraan. Pejuang yang penanya tajam. Jadi, siapalah saya kalau berani tidak menyukai karyanya yang ini. Versi bahasa indonesia ini diterjemahkan dengan sangat baik oleh Widya Mahardika Putra, saya tidak menemukan satu kalimatpun yang janggal dalam bahasa Indonesia, kecuali typo yang amat sangat minor, setidaknya begitu penilaian pribadi saya yang tentu tidak bisa kau bilang objektif, karena sahabat baik saya adalah salah satu punggawa penerbit oak yang menerbitkan terjemahan buku ini.

Tapi kembali ke zadig, karya ini sesungguhnya indah, indah sekali malah. Ceritanya disusun dengan plot waktu yang sederhana. Dia nya sendiri dipenuhi ajaran moralitas yang tinggi. Ada kebijaksanaan zarathusra di sana, ada gubahan kisah dari kitab-kitab suci di dalam situ. Saya ingat saya juga tidak suka karya Gunawan Muhammad yang bertajuk "tuhan dan hal-hal yang tidak pernah selesai", mungkin karena musabab yang sama, tidak ada ide penulis yang bisa saya ekstrak dari sana! Naskah ini dijejali begitu banyak konsep agung dari nama-nama dan sumber-sumber besar lain, tidak ada interpretasi orisinil yang saya paham, saya seperti membaca naskah ilmiah dengan sumber referensi yang begitu banyak hingga mengabur ide pokok dan karakter dari tulisan itu sendiri.

Tidak kawan, bukan bearti saya mengatakan bahwa Zadig adalah karya yang buruk, maka siapa saya berani berkata demikian. Zadig adalah karya yang indah. Kau bisa terpukau dengan kecerdasan dan kebaikan Zadig, kalau tidak kau bisa saja terpikat pada romansanya dengan Astarte, atau kau mungkin bisa juga jatuh dipeluk duka nestapa yang selalu menghampiri saat zadig hampir-hampir yakin bahagia abadi sudah dia temukan.

Buku ini menyindir perdebatan teologi dan penyembahan benda-benda serta hal-hal metafisika dengan cukup keras. Saya mengira keberanian dan jiwa pemberontak voltaire cukup tercermin dari sana. Bagaimana zadig menentang budaya bakar diri bagi para janda, bagaimana dia membereskan urusan-urusan kerajaan, dikisahkan dengan indah dan menarik. Zadig jauh dari membosankan bahkan sejak paragraf pertamanya. Tidak heran buku ini langsung mampu saya tandaskan di warung indomie dalam waktu satu jam saja, serius... Buku ini sangat enak dibaca.

Tapi kau akan temui banyak sekali kisah-kisah yang dikutip dari sumber lain, bisa kau temui potongan yang sangat mirip dengan pelatihan Musa oleh khidir, atau hal-hal yang disadur dari kisah-kisah kebijakan orang-orang mulia dalam kitab suci. Bukan bearti itu hal yang tidak bagus, hanya terasa terlalu banyak bagi saya.

Terlepas dari ketidak-sukaan saya yang sangatlah personal mengenai penyaduran kisah-kisah besar itu, zadig adalah karya sastra yang luar biasa, indah, mendidik, menggugah. Selamat pada penerbit Oak khususnya rumah kaca yg jg ada di situ, dan terimakasih sudah mempermudah kami menikmati karya klasik yang agung ini.

Kalian yang berminat bolehlah kontak saya kalau mau, sedikit diskon adalah kabarnya mah atau silahkan pesan di toko buku digital rumah kaca yang beralamatkan akun instagram @bokabuo itu.

---merasa sangat produktif sepanjang hari ini membaca, menulis, memodelkan, menterjemahkan... Tinggal tidur yang belum, ah, saya sedang kangen si #bumibiru :'(

Selasa, 03 November 2015

Maryamah

Nama aslinya adalah Maria, serupa nama bunda al-masih sang notredame dalam lafazh yg lebih dekat ke bahasa Yunani. Saat dewasa dan benar-benar jatuh cinta pada islam namanya diganti menjadi Maryamah, kata yang sama tapi lebih dekat ke lafazh aram dan arab. Alasanya sederhana, agar lebih mirip dengan sebutan di dalam alquran.
Dia sempat menjalani hari-hari sepi, ditinggal pergi oleh kekasihnya. Dia diam dalam setianya, tidak menikah lagi, membesarkan ketiga anak mereka seorang diri. Ayahku salah satunya.
Aku mengingat perawakannya yang kecil, kebiasaannya adalah sholat berjamaah di langgar dan menghadiri majelis taklim. Ini yang menyebabkan dia enggan tinggal bersama kami, karena selalu dia akan rindu langgar kecilnya dikampung, sementara musholla kota kecil kami adalah terlalu mewah baginya.
Maryamah ini kupanggil abui, panggilan kesayangan yang menjadi salah satu kata pertama yang kuucapkan ketika dulu belajar bicara. Niat aslinya adalah memanggil "sebei" tapi kemampuan lidahku ketika itu belum mampu melapalkan kata dalam bahasa rejang yang bearti nenek, sehingga terpelesetlah kata itu menjadi abui, panggilan yang dengan keras kepala aku pertahankan bahkan setelah aku lebih dari mampu untuk menuturkan kata "sebei" dengan baik.
Ketika kecil, aku sangat senang berada di dekat beliau. Dia suka bernyanyi, dan aku selalu minta diajari bernyanyi, dia mengajari aku dan adikku lagu kimigayo, iya lagu jepang, lagu ketika dulu dia bersekolah di masa penjajahan jepang. Tidak ketinggalan lagu-lagu lain. Tapi yg paling ia sukai dari semua lagu itu adalah sebuah lagu yang berkisah tentang bila izrail sang pencabutnya datang dan memanggil. Seusai menyanyikan lagu itu, dia aan berpesan agar baik-baiklah kami menjalani hidup sebelum nanti sang malaikat datang membawa maut.
Ah, abui.... tidak akan mampu aku menuliskan semua kenangan tentangnya. Saat terakhir berjumpa beliau sudah sangat-sangat pikun, hampir tidak mengenali siapapun. Ketika kusebut namaku, dia segera ingat, dia selalu ingat nama cucu lelaki kecilnya ini, lalu dia juga langsung ingat anak sulungnya yang sudah mendahuluinya menuju kemanapun izrail membawa, berlinang air matanya saat itu, dipeluknya aku, dicium dengan rindu yang sangat, tangan nya meraba wajahku, mata rabunnya menghujam mataku, aku tahu dia berusaha keras mengingat wajah anak lelakinya yang itu.
Kemudian dia bertanya kapan aku akan menikah, kujawab sudah, kita harus mahfum dia tidak lagi mengingatnya, dia bertanya sudahkah aku dianugerahi keturunan, air matanya tumpah lagi ketika jariku menunjuk Bumi kecil yang sedang menangis dipelukan ibunya. Aku tahu dia sedih melewatkan semua itu, aku tahu dia sedih karena dia tahu saat nanti matahari terbenam dia sudah akan kembali lupa, lupa pada kami cucu-cucu nya, menantu-menantunya, cicit-cicitnya, dan sudah sholat atau belum dianya. Dia hanya mampu mengingat anak-anaknnya saja, dan sialnya dia akan seolah-olah baru mengetahui bahwa anak sulung telah berpulang lebih dulu, lalu sedih menyelimutinya lagi.
Beberapa hari yang lalu kabar itu datang, abui tidak perlu bersedih lagi, izrail sudah datang, dia pergi menyusul buah hatinya. Selamat jalan abui, kelak bila tiba waktuku, jemputlah aku juga di pintu.


Salam sayang dari
Cucu kecilmu selalu

Senin, 12 Oktober 2015

Animal farm by george orwell

Saya terkagum-kagum membaca karya orwell yang ini. Alegori politik nya luar biasa, tapi tidak menjadikan buku ini megah. Lirik om tardjo adalah perkenalan pertama saya dengan kisah pemberontakan hewan yang dipimpin bangsa babi ini.

Sekali lagi, dengan tidak malu-malu saya memuji keterbukaan orwell dalam buku ini. Kritik-nya tajam, satire nya pedas, tapi tetap tidak menjadikan buku ini kitab yang tebal dan berat secara makna ataupun harfiah.

Alegori politik yang jujur, terbuka, dalam kiasan sederhana. Kesederhanaan adalah kunci yang menarik bagi saya. Saya memuja sang mayor tua, saya memuja Clover sang kuda, saya ikut membenci Napoleon sang babi. Orwell menawarkan duka dalam patriotisme yang sia-sia. Orwell memaparkan paradox dalam janji-janji semu retorika para "babi". Orwell menyajikan sifat dasar binatang dalam diri manusia ketika berhadapan dengan piring-piring kekuasaan. 

Kesederhanaan pemaparan Orwell dalam kisah ini mau tidak mau mengingatkan saya pada "Kappa" karya Akutagawa yang megah dan gemilang dalam kesederhanaannya.

Jika zarathusra-nya Nietzche terlalu berat bagimu, atau republik karya plato membuat kepalamu sakit, maka "animal farm" adalah makanan yang baik untuk mengajari jiwamu betapa "babi-babi" hidup sedemikian dekat dengan kita :D

Membaca karya ini membuat saya bertanya-tanya... Apa saja yang selama ini telah saya baca??

Oke, akan saya tutup dengan karakter favorit saya dalam kisah ini. Si keledai tua benjamin!!

Senin, 24 Agustus 2015

Rindu

Rindu itu terbuat dari apa ya? Rasanya tidak enak, tapi bahagia lahir dari sana. Mungkin ada gelatin dalam bahannya hingga adonan rindu itu bisa tebal dan kokoh seperti itu. Tentu kau seperti aku juga paham, bahwa rindu itu perlu ada agar kita bahagia saat berjumpa.

-ceracau

Rabu, 15 Juli 2015

Selamat Dua (2) Tahun Bumi Biru

Beberapa hari lalu,
Kau Dua (2) tahun sudah
Aku tidak punya banyak kata
Kecuali bahagia
dan terimakasih yang berhingga (karena kita manusia)

Hiduplah yang gagah
THR dan kadomu sepeda :D

Sabtu, 04 Juli 2015

Dilan, dia Dilanku tahun 1991

By pidi baiq


Sulit mengingkari kalau pidi adalah penulis yang jenius. Dia eksentrik, di kalangan penulis Indonesia saat ini, pidi adalah genre tersendiri. Dia tidak menjadi sedalam puthut atau SGA, tapi penanya lincah dan jenaka dengan cara yang bijak tanpa perlu menjadi lelucon ala "marmut merah jambu" nya raditya misalnya.

Buku ini adalah serial kedua, mengisahkan sejak kejadian hingga putusnya dilan dan milea sang tokoh utama. Gaya penuturan pidi lewat tokoh Milea sangat natural, kisah mengalir, cinta remaja yang ditulis dengan jarak psikologi yang sangat baik. Pilihan kata adalah spesialisasi pidi di mata saya, meski saya harus akui pustaka saya terlalu sedikit, saya akan dengan berani berkata bahwa cara pidi memilih kata sangat orisinil, unik, dan luar biasa. Puisi-puisi dilan untuk sang kekasih milea adalah aksesoris paling menarik yang saya nikmati dari buku ini.

Saya sangat menyukai bagian ketika dilan pamit ke guru-gurunya setelah dikeluarkan dari sekolah. Bagian ketika dia mencium tangan suripto sang guru BP musuh bebuyutan nya. Tapi favorit saya adalah paragraf-paragraf ketika ibu dilan berkonfrontasi dengan ibu Anhar. Bagian ini terasa sangat natural dan seolah-olah membawa saya berada di meja itu terlibat dengan emosi Milea, Bunda, dan ibu Anhar dengan kepentingan masing-masing mereka.

Kali ini tokoh dilan tidak menjadi demikian sempurna dengan karismanya, dia juga digambarkan lelah, merasa gagal, dan lemah. Justru ini membuat buku ini menjadi lebih menarik dari bagian satu untuk saya.

Oke... Oke... Jika kau memaksa aku memberikan resensi singkat aku cuma harus berkata, ini karya yang sangat bagus... Saya akan pastikan adik bungsu saya menerima kiriman buku ini dari saya, dan saya hanya mengiriminya apa-apa yang "pantas" saja. Sekian! :D

Senin, 29 Juni 2015

Bos Baru

Ini menyambung posting terakhir saya dua hari yang lalu. Pada akhirnya, saya bertemu muka juga dengan pimpinan baru perusahaan tempat saya bekerja, ternyata dia memanggil saya menghadap untuk mengkonfirmasi hasil survey saya yang menurutnya sangat ekstrim sementara bagi saya biasa-biasa saja.

Saya masuk ke ruangan itu setelah menunggu antrian sekitar 2-3 jam damn! Tiba-tiba saya kangen orang lain yang dulu duduk di sana, atasan saya sebelumnya :)

Anyway, saya datang dengan rompi lapangan bertuliskan lambang perusahaan di dada kiri nya, kemeja yang lengannya tergulung, kacamata hitam tergantung di depan leher kemeja saya, serta senyum :D dia menyambut ramah,
Dan kami mulai diskusi tentang jawaban-jawaban survey saya. Pada satu titik, kami sampai topik mengenai gaji. Saya ceritakan padanya bagaimana divisi HR suka menyabotase deal gaji antara direksi dengan karyawan. Lalu dia kemudian membawa percakapan ke arah yang lebih sensiif.

Bos : memangnya gaji kamu sekarang berapa?

Dengan jujur saya jawab

Saya : tidak tahu pak!

Bos : masa! Bagaimana bisa kamu tidak tahu gaji kamu?! (Mukanya sedikit terkejut dan agak marah mungkin dia pikir saya main-main)

Saya : iya, saya tidak tahu, sudah 2 tahun saya tidak pernah mengambil slip gaji dan tidak pernah mengecek secara detail berapa uang yang masuk rekening saya tiap bulan.

Bos : (dia terdiam singkat) lalu apa motovasi kamu sebagai seorang ilmuwan mau bekerja di sini.

Saya : atasan langsung saya, dan big bos terdahulu itu orang yang menarik bagi saya pak, saya suka di dekat mereka. Itu saja.

Bos : baiklah, terimakasih kalau begitu, kamu bekerja sampai sidang kelulusan nanti?

Saya : tidak pak, saya mau pulang, mau daftar sidang, mau libur sampai selesai lebaran.

Bos : oke, sampai jumpa, terimakasih

Saya : sama-sama, terimakasih pak.


Saya keluar, sambil berpikir... Mungkin sebaiknya bulan depan saya check secara detail berapa sih tepatnya gaji saya sekarang sambil memikirkan strategi minta kenaikan gaji hahahaha

Dan tentang bos baru ini, saya rasa tidak fair kalau membandingkan dia dengan pendahulunya. Dia cukup baik untuk memeriksa secara detail kepuasaan karyawannya bekerja, jadi saya akan berterimakasih dan memang sepertinya surat resign belum diperlukan sekarang, mungkin nanti.....

Sabtu, 27 Juni 2015

Tentang cubicle

Pada dasarnya, saya orang yang tidak suka dibelenggu rutinitas. Saya menyukai malam, sementara kebanyakan rutinitas itu diwajibkan terjadi siang hari, saya suka di kuar ruangan sementara "kewajiban" itu banyak yang harus dilakukan di dalam ruangan, saya menyukai peroindahan sementara sebagian besar dari "kaharusan" itu memaksa kita menetap. Iya, Ini tentang pekerjaan, sebagian kawan saya menyebut cubicle sebagai kotak nafkah, mereka tidak menyukainya tapi harus ke sana demi gaji di akhir bulan. Sebagian merasa tidak bergantung ke situ, tapi kenyataannya, dia tidak akan berani pergi melangkah begitu saja, keberaniannya baru sebatas kata-kata :)

Entah sudah berapa kali saya bertaruh dengan kotak nafkah saya, yang alasan dasarnya sebenarnya hanya menguji seberapa layak saya tetap di sana. Saat saya mencapai titik jenuh, saya menghadap pimpinan tertinggi di perusahaan saya  dan meminta kenaikan gaji dengan surat resign yang sudah diketik rapih, saya pikir dia tidak akan setuju dan lalu mempersilahkan saya pergi, ternyata tidak, dia terlalu baik. Ketika saya sampai di tahap selanjutnya kejenuhan saya dan saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama istri membangun keluarga baru kami di awal-awal tahun dengan lebih dekat, saya kembali menghadap, sekali lagi berbekal surat resign yg sudah diketik rapih namun kali ini bersama proposal untuk kepentingan perusahaan dan rencana cadangan untuk berjualan tempe mendoan kalau-kalau saya akhirnya memang "berhasil" keluar dari cubicle saya, tidak lebih karena keberanian untuk hidup susah mulai tergerus oleh tanggung jawab yang bertambah, kali ini saya harus mempertimbangkan keberadaan istri saya. Lagi-lagi, dia terlalu baik, alih-alih mengizinkan saya pergi, dia "membiarkan" saya melakukan yang saya suka.... Kembali ke pertapaan di kampus ganesa dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan istri saya.

Jumat yang lalu saya menerima telepon dari kantor, pimpinan telah berganti, bos yang baru meminta saya bertemu. Dahulu saya tidak akan cemas atau berpikir sedikitpun. Sekarang, dengan istri dan seorang putra disinilah saya memikirkannya. Saya menemui diri saya bertanya-tanya, apa yang akan dia tanyakan. Saya menemui bahwa kali ini saya tidak mengetik surat resign yang rapih sebagai persiapan seperti dulu. Ketika atasan langsung saya dahulu berseteru dengan saya soal sebuah aplikasi, atau ketika saya sedemikian bosan, atau ketika mereka meminta saya buru-buru menyelesaikan studi di saat saya masih sangat menikmatinya, saya selalu siap untuk pergi, tidak sekedar berbicara dimana sebagian besar mereka mampu, saya selalu membekali diri dengan surat resign yang diketik rapih dan hati yang siap menyerahkannya kapan saja jika dalam pembicaraan itu ada hal yang tidak saya suka. Kali ini tidak...

Semakin tua, ternyata rantai ini menjadi semakin berbahaya, dan saya menyadari... Untuk mencapai derajat hidup yang saya inginkan... Saya harus segera membebaskan diri dari cubicle ini... Dan saya yang sekarang tidak percaya dengan adanya kebetulan baru saja menyelesaikan "escape from cubicle nation" pada jumat yang lalu. Kebetulan? Oh... There is no such thing like that :D

Saya masih punya hutang yang harus diselesaikan disana, tidak bukan tentang kontrakmdan lainnya, ini hutang moral dan janji yang saya ucapkan pada orang yang dulu "terlalu" baik itu, orang yang punggungnya hingga sekarang masih saya ikuti, orang yang mendewasakan saya dalam sekian banyak kesempatan.

Bumi Biru masih belum melangkahkan kakinya ke gunung pertama yang akan dia daki, jadi saya masih punya beberapa tahun yang singkat untuk menyelesaikan ini sebelum mundur kepertapaan saya yang baru.

Mari kita jumpai pemimpin yang baru, semoga punggungnya dan dadanya cukup luas untuk menampung segala keanehan kami :)

Sabtu, 13 Juni 2015

Selamat datang

Lama sekali rasanya tidak menulis di sini. Saya terlalu sibuk bersenang-senang dan menenggelamkan diri di riset saya. Mempelajari sesar lembang, mencoba mengestimasi dampak nya bagi bandung, kota yang saya cintai, dalam pelukannya saya, istri, dan anak kami menetap untuk saat ini.

Kali ini saya ke bogor, dibawa oleh bus biru MGI menuju sebuah rumah sakit. Tidak, ini bukan kisah sedih, tidak ada keluarga atau sahabat saya yang sakit. Sebaliknya, ini adalah perjalanan sukacita, saya mau menemui anggota baru keluarga kami yang dilahirkan di sana.

Dia menjadi cucu ke tiga untuk mama, dan sejauh ini generasi keturunan kedua dari mereka semua nya laki-laki. Jadilah sekarang mereka bertiga dalam jumlah.

Hingga saat ini, aku belum tahu nama jagoan kecil itu, dan aku tidak ingin terburu-buru tahu. Biar kami mulai berkawan pelan-pelan.

Bis ini bergerak lambat sekali, decit softbreaker tua nya terdengar menyebalkan dan jelas tidak menjanjikan tingkat keselamatan yang baik. Tapi kau tahu, aku tidak peduli, aku sedang bahagia sekali!

Untuk sekarang aku selipkan sepotong harap, seperti juga selalu kuselipkan harap yang sama untuk bumi biru. Agar  kelak kalian tumbuh menjadi manusia yang baik, itu saja dulu, sepamat datang anggota baru semesta, kau disambut oleh keluarga :D

Senin, 19 Januari 2015

Bob Sadino

Saya tidak begitu jelas apa yang membuat saya menyukai orang ini hingga rela menghabiskan waktu membaca biografi dan wawancara dengannya serta rela meluangkan waktu dengan sengaja jika dia tampil di televisi.

Yang jelas ketertarikan saya pada manusia ini dimulai ketika saya melihat gambarnya bersama penguasa orde baru bersisian. Sang penguasa mengenakan safari mahal itu, sementara manusia ini dengan kemeja sederhana dan celana super pendek. Mereka berdua dikelilingi para pejabat yang necis dan wartawan-wartawan.

Ketertarikan saya menjadi lebih dalam setelah saya yang makin dewasa (tua) membaca buku-buku pemikiran nya. Oh ya, lingkaran dan kuadran-kuadran anehnya itu sangat menyenangkan bagi saya, meski tidak se-eksentrik celana pendeknya.

Bob Sadino, setidaknya adalah orang yang ikut bertanggung jawab membuat saya tidak puas dengan kehidupan saya, Om Bob, begitu banyak para siswa didik dan orang-orang di sekitarnya menyebutnya adalah salah satu yang membuat saya iri karena dia secara sadar keluar dari kantor dan jabatan-nya (yang mana saya sangat ingin begitu hehehe).

Ada banyak hal yang menarik dari dia, selain cara bicara nya yang "agak" aneh, ide-ide bisnis dan filisofi bob sadino sendiri bukanlah sesuatu yang baru sebenarnya, donald trump dan kiyozaki malah mungkin lebih baik di ranah retorika. Tapi secara pribadi, dia adalah seseorang yang sangat kharismatik dan nyentrik. Mungkin ini yang membuat orang suka mendengarkan nasihatnya walaupun dicaci-maki dengan kata-kata "goblok" :D

Tidak kurang tokoh seperti renald kasali atau soni tulung mengakui beliau sebagai guru, bahkan jendral kejam seperti soeharto serta presiden megawati mau mengunjunginya dan rela membiarkannya tetap memakai celana pendek seperti itu :)

Di antara sekian banyak hal mengagumkan tentang orang ini, cara berpakaiannya adalah yang paling membekas di hati saya. Kemeja sederhana yang satu atau dua kancing atasnya kadang dibiarkan terbuka, celana jeans super pendek, serta topi koboi itu melambangkan kebebasan bagi saya, sesuatu yang makin lama makin terasa mahal untuk benar-benar direngkuh. Selamat jalan Bob, sampai bertemu di "kuadran" lain. RIP