Halaman

Minggu, 21 Juni 2009

solilokui...

aku bersama perempuan dengan senyum bulan itu duduk di ruang tamu sebuah kontrakan ketika kau yang memang ditunggu datang ke situ mengawali jakarta bandung kita berempat malam harinya. kita menunggu si empunya kendaraan, temanmu, calon kakak iparku (amin).

aku hanya tahu sedikit tentangmu, perempuanku menuturkannya sebelum kamu datang. tentang alutsista yang minim perawatannya, tentang kecelakaan seorang scientist yang menjadi prajurit dan gugur untuk negaranya, tentang tunjangan kematian yang tak seberapa, tentang hidup yang harus kau jalani sendiri, ah tidak, berdua dengan buah hati kalian.

ah, aku tahu rasanya kehilangan, mungkin jika aku bertemu kamu lebih cepat, aku tidak akan semelankolis itu dengan rasa kehilanganku, kamu tentu jauh lebih menderita, terperosok diceruk-ceruk yang menyakitkan itu.

aku ingat hari itu aku memeluk perempuanku dengan erat, berjanji dalam hati, tidak akan pernah terucap lagi dari bibirku kata-kata pergi meninggalnya, meninggalkan senyum bulan itu.

sekarang setahuku, lagi-lagi dari perempuanku, tentang kamu yang gagah, jumawa, bertugas entah dengan tangan bersih atau kotor menjalankan misi sebagai agen pemerintah, setidaknya aku pernah mengucapkan kata-kata ini dalam hati karenamu :

.. Kadang hidup memang tidak memberikan kita banyak pilihan selain mengikuti jalan yang sudah ditentukan jauh sebelum aku dan kamu ada...

beberapa bulan kemudian aku dengar lagi tentang prajurit yang gugur, tentang anggaran perawatan yang rendah, dan perempuanku menemukan catatan puisiku, aku tulis buat kamu, buat begara ini, buat kita semua, meski tak satupun malaikat yang mau tau!

Tidak ada komentar: