Halaman

Sabtu, 05 Oktober 2013

Tentang orang-orang yang resah

Matahari sudah turun sedari tadi, kami terlambat beranjak dari saung mungil beratap hitam di atas bukit itu. Di atas motor obrolan bisa jadi bermacam-macam, sambil menyalip kiri-kanan menembus jalanan Bandung yang sudah tidak senyaman dulu. Pada satu titik obrolan sampai tentang seorang lelaki resah, kawan baik sahabat saya yang baru saya jumpai tadi ketika menjemput kawan yang ini di rumahnya.

Sahabat saya bercerita sedikit banyak tentang kawannya yang ini. Lelaki yang resah, yang di kepalanya penuh beragam pertanyaan. Mulai dari di mana tuhan berada hingga asal-muasal kata 'abra kadabra'. Lelaki yang di mata saya terlihat luar biasa meski lewat pertemuan yang singkat-singkat saja.

Lalu saya ingat seorang makhluk lain, manusia eksentrik yang mirip, kami menyebut mereka sebagai bagian dari kaum ekstrimis yang sekarang sedang ada di ujung sibolga sana. Manusia baik hati yang juga saya pandang istimewa lewat perjumpaan-perjumpaan singkat kami di pasar ciroyom atau di sela-sela kuliah saya di kampus ganesa.

Bagi saya, mereka memang luar biasa. Di tengah dunia hedonis-kapitalis yang ini mereka hidup dengan sedikit berbeda, mereka bukan orang-orang arus utama seperti kami. Di kepala mereka, pertanyaan seolah tidak pernah berhenti, dari bibir mereka, mantra-mantra ajaib yang kerap membuat terkesima keluar mengalir seperti hujan.

Yang satu sempat mencari tuhan-nya di puncak-puncak gunung tertinggi, yang satu tenggelam dalam paham-nya yang sosialis atau anarkis saya juga kurang begitu mengerti. Tapi seperti itulah, memandang dari sisi saya yang hanya manusia median, mereka adalah jelmaan dari representasi di luar standar deviasi, data ekstrim seperti yang saya sebut tadi lebih tepat mungkin. Seolah mereka menjejak kaki di tanah yang berbeda dengan saya jejaki saat ini.

Kadang saya bertanya dalam hati, tidakkah mereka lelah terus mencoba menjawab pertanyaan yang hadir di ruang-ruang perenungannya? Tidakkah sekali waktu mereka punya ingin untuk  menghanyutkan raga-nya dalam arus utama yang lebih deras? Atau sederhananya kadang saya bertanya apakah sepi tidak merasuki sudut-sudut hati mereka?

Pengalaman mereka sangat menghibur untuk didengarkan. Dari mereka saya selalu merasa banyak belajar. Dan orang-orang resah ini umum-nya adalah manusia-manusia yang teramat baik kepada sesama.

Lagi-lagi saya tidak tahu apa motivasi saya menulis ini. Saya hanya merasa harus menuliskannya saja, seperti biasa.

Tidak ada komentar: