Halaman

Rabu, 11 September 2013

Terminal

Matahari cengkareng seperti biasa, panas membakar kulit yang sudah hitam di tempa matahari bandung, yang sebenarnya matahari yang sama juga, bintang yang menghidupi bumi. Di bandara ini, saya datang terlalu cepat untuk mengejar penerbangan 12.50. Jadilah saya terduduk di restoran ini, menyesap rokok, merenungkan hidup yang entah mau ke mana, persimpangannya selalu mengejutkan.

Terminal seperti ini adalah gambaran hidup, orang-orang datang silih berganti mengisi hari, datang dan pergi, saya selalu berpikir seperti itulah seharusnya hidup, mereka tidak perlu pamit untuk masuk ke hati yang sempit ini, begitu juga untuk sekedar keluar berjalan menuju pergi.

Kadang tempat parkir yang lebih dinamis menjadi perumpamaan yang lebih baik dan lebih saya suka untuk menggambarkan hati saya dan hubungan saya dengan semua orang-orang yang saya kenal, semacam perisai dari sedih, agar tidak perlu saya tangisi mereka-mereka yang pergi.

29 tahun usia, rasanya saya sudah kehilangan banyak kawan, dan begitu juga saya telah menambah terlalu banyak orang di keseharian hidup yang singkat ini.

Tidak banyak yang ingin saya lakukan dalam hidup, saya hanya ingin menjadi orang baik. Maka mulailah saya menghadiri undangan dari kawan-kawan baik dan saudara, selalu bersedia seandainya saya punya waktu untuk menemani mereka yang mampir ke kota kembang, tempat saya menjalankan hidup sampai waktu yang entah sekarang.

Tapi tetap saja kita, khususnya saya tidak bisa menahan siapapun untuk berlama-lama diam di hati. Setiap individu boleh datang dan pergi sesukanya.

Hanya ada satu hal yang mungkin bisa saya lakukan, membuka gerbang itu lebih lebar, setidaknya saya tidak ingin anak saya belajar dari seorang ayah yang sombong dan enggan membuka hatinya, meski hati itu sempit dan sudah nyaris penuh dengan kebahagiannya sendiri :)

Tidak ada komentar: