Halaman

Minggu, 20 November 2022

Tentang Hidup yang Begitu

Jalan langit membawa saya kembali ke Jakarta. Setelah pendirian lab yang gagal, project2 yang mandek, dan berbagai hambatan di 2021, di kota ini, kota yang tidak pernah begitu saya sukai hingga beberapa saat lalu, tiba-tiba semua rantai seolah terlepas. November 2022 berwajah manis. 

Perusahaan rintisan kami di Bandung mulai mendapatkan order, tidak tanggung-tanggung, project multi years untuk 3 tahun ke depan siap ditandatangani, sesuatu yang melintasi semua harapan saya. Seorang dekan universitas ternama bersedia menjadi komisaris utama kami, hal yang memang kami butuhkan. Ada juga perusahaan lain yang datang menjajaki sinergi untuk pemasaran instrumentasi yang kami bangun. Selain itu, saya pribadi juga diajak ikut mengawaki sebuah kapal besar di industri asuransi yang membesarkan kami. Nahkoda utamanya masih mengingat semua ide yang pernah saya sampaikan di sela-sela makan malam yang sunyi atau di tengah rinai hujan bogor yang biru itu.

Siapa sangka teman-teman yang dulu menjadi lawan diskusi tiba-tiba menempati berbagai pos penting. Mereka yang dulu terbuang, kembali dan melompat jauh lebih tinggi. Siapa sangka juga mereka ternyata tidak pernah lupa harapan dan cita yang mereka lontarkan di dua tiga tahun lalu, saat diskusi kita hanya sekelas diskusi warung kopi. Ah, roda memang  berputar.

Saya kira hidup itu memang kadang-kadang lucu begitu, dia bisa saja membawamu ke titik terendah untuk mempersiapkan sayapmu tumbuh sempurna agar kuat terbang di tinggi angkasa. 

Tentang Berpisah

Jika ada hal yang paling menekan dan menjadi beban di kepala saat ini selain sakitnya perempuan yang melahirkan dan membesarkan saya saat ini, maka itu adalah perceraian seorang kawan baik. Ada air menggenang di kelopak mata mendengar dia bercerita tentang buah hati nya dan berbagai perasaan, mendengar dia memanjatkan doa semoga saya tidak akan pernah merasakan apa yang dia rasakan. Saya hanya bisa terdiam di sebagian besar waktu, mendoakan segala yang terbaik untuknya.

Sepenggal lirik lagu Endank Soekamti menggaung di kepala : …ada kan tiada, bertemu akan berpisah!

Kamis, 23 September 2021

Temaram Senja Menghadang, Rapuh Menghilang

Adalah keberanian menghadapi nasib yang menjaga kami tetap waras dan terus melangkah. Cerita demi cerita ditulis dengan indah. Saya masih mencoba menerapkan kitab lima lingkaran dengan paripurna, bukan hal mudah ternyata. Tidak menyesali apapun yang sudah terjadi menjadi pelajaran paling sulit kiranya.

Tadi pagi, dalam sebuah meeting, tidak disangka kenangan lama berloncatan. Sebuah ajakan kolaborasi melibatkan nama-nama yang tidak asing. Nama yang kalau bisa ingin saya hindari. Tapi ternyata dunia sempit sekali, kita kadang dipaksa mengikuti arus pusarannya, suka atau tidak suka. Terkadang kita mampu melawan dan mengubah arah dengan kekuatan dan segenap kemampuan yang kita punya, tapi terkadang, kita hanya bisa menjaga kewarasan untuk tidak tenggelam dengan pasrah mengikuti arus nya.

Lalu sebuah pesan masuk dari kawan baik: kamu pasti tidak mengerti sequencing DNA dan aplikasinya, tapi mari bertemu nanti malam!

Tantangan baru masuk, api itu menyala lagi. MARI SINI! Damn God… ketika saya berpikir jalan ini membosankan, kamu mengejutkanku selalu di tiap tepi tikungan, thanks

Suara Bobby SID melintas; temaram senja, dia menghadang, rapuh ku menghilang…

Kamis, 15 Juli 2021

Devastating

Dia tentu seseorang yang bearti buat saya. Seorang kawan yang baik, suami yang begitu mencintai istrinya, lelaki sederhana yang merawat kucing yang dia temui terlantar di loteng mushalla. Kami banyak belajar bersama, bekerja bersama. Terutama di beberapa tahun belakangan setelah saya meninggalkan hingar bingar politik kantor itu.

Dia pernah positif covid sekali, dan pulih. Sehingga saya tidak begitu khawatir saat dia berkabar kalau kembali positif beberapa minggu yang lalu. Tapi kemudian dia memburuk, saya cukup cemas saat tahu dia harus dirawat. Tidak berapa lama, kami bertanya kabar dan agak sedikit lega saat dia membaik. Tapi sekarang malah istrinya positif. 

Beberapa hari yang lalu saya bertanya lagi lewat messenger, bagaimana kabar istri nya. 

Tidak ada balasan... 

Besok harinya, dia baru membalas dengan sebuah photo, makam yang masih basah air mata dan bertabur bunga. 

Lalu tangis itu tidak terbendung... 

Pergi dan kembali, pasang menjadi surut, di suatu titik, pertemuan harus berujung perpisahan. 

Dari Bandung, hanya doa dalam sepi yang bisa kami kirim untuk dia yang mendahului.


Kamu harus kuat ya mas...

Minggu, 18 April 2021

KUALITAS vs KUANTITAS

Bulan lalu, saya bawa seorang partner mengunjungi sebuah trading room. Sebuah fasilitas mewah, dengan infrastruktur yang lumayan wah, desain interior mahal, lukisan ternama, aneka kopi terbaik indonesia tersedia gratis di bar, juga ruang kesehatan dan berbagai fasilitas lainnya.

Si Tamu yang saya bawa cukup terpesona, merasa rendah diri. Bahkan malu dan ragu, saat di satu sesi, saya minta dia mengajari teman-teman yang menjadi tuan rumah.

Di jalan pulang, sambil menyetir dia menyatakan itu, dan bertanya kenapa meminta dia yang mengajari mereka-mereka yang lebih mapan itu bagaimana mencari uang di market. Saya tertawa, lalu membuka handphone dan memperlihatkan performa si tuan rumah. Dia terdiam beberapa saat, muka-nya seakan tidak percaya. Saya tepuk bahunya, saya bilang : “performa mu jauh lebih bagus, tapi kuantitas mereka lebih unggul kawan.”

Apa yang nampak di luar, tidak mencerminkan kedalaman. Kualitas BUKAN hal utama, pun kuantitas JUGA BUKAN segala nya. Quality over quantity? Nah, I don’t believe it anymore 😁 kita butuh sesuatu yang optimal, kadang mengutamakan kuantitas, kadang memberi porsi lebih pada kualitas.

Lalu saya mulai menyepi ke pojok pikiran sendiri, ah, apakah ini sama dengan memberi ruang lebih untuk  rasa takut pada suatu waktu, namun melepas ambisi sedikit lebih bebas di waktu yang lain. 😁

Optimum, equilibrium, equanimity... etc etc etc

Oh... betapa kata-kata yang rumit.

“Sudah sampai!” Tegur teman yang menyetir membangunkan saya dari lamunan sulit itu. Bergegas turun, menuju kamar, melempar ransel, membuka sepatu, menghempaskan diri ke ranjang, memejamkan mata dan..... tidur!

Selasa, 23 Maret 2021

SELAMAT JALAN PETUALANG

Beberapa petualang susul menyusul berpulang. Saya tidak mengenal mereka secara langsung, melainkan lewat tulisan-tulisan, dan dari sepintas cerita Aki ; sahabat, advisor, dan mentor mereka, guru kami semua juga.

Awal bekerja dengan Aki dia pernah bercerita tentang mereka, “gerombolan anak-anak keras kepala yang menyenangkan” katanya pada saya. Sewaktu mahasiswa, dan jadi “aktivis” karbitan, tentu saya juga membaca tentang mereka. Kawanan itu sudah menjelma menjadi semacam idola buat saya dan kawan-kawan.

Khusus Herman Lantang, selain dari tulisan Gie dan cerita Aki, saya setia sekali mengikuti blog yang dia buat, meski tidak banyak yg ditulisa di situ. Tahun 2013, saya ingat, dia memposting poto bersama Aki & Nini, di Dago. Rumah yang sering saya kunjungi juga. Saya baru dimarahi Aki saat itu dan tolong dicatat : saya jarang dimarahi beliau “sekeras itu”, jadi tentu saja saya ingat 😂

Dalam tulisan itu, Herman mengutip surat Aki untuk teman-teman MAPALA UI. Sepotong dari surat itu begini : “...soal mati bukan mendjadi urusanmu, tetapi jang menjadi persoalan pertama ialah apa jang dapat kau perbuat dengan hidupmu jang pendek dan singkat didunia ini untuk kebadjikan rakyat dan bangsamu”. Herman tentu sangat meresapi surat dari 1966 itu, toh dia masih mengingatnya di tahun 2013, 47 tahun setelah-nya.

Kemudian hari saya juga tahu, beliau membuka site camping, yang sudah diniatkan, tapi belum terwujud saya kunjungi hingga detik ini. Kamu lihat, bahkan di usia senja, dia masih saja konsisten mencintai Indonesia, keindahan alamnya, lembahnya, puncak-puncak gunungnya. Bahkan berbisnispun tidak mau dia jauh dari situ.

Saya ingat, pernah berkata pada diri sendiri, lihat kal, anggota gerombolan itu. Yang sudah pergi terus dikenang dan tulisannyan terus dibaca puluhan tahun. Yang masih hidup setia dengan jalannya, sang Guru terus mengajar, sang petualang terus mencintai tanah dan air indonesia, seperti yang dia cetuskan puluhan tahun lalu, menjadi seorang “PECINTA ALAM”. Kosistensi dan Kesetiaan adalah barang langka di jaman sekarang bukan?

Gie sudah lama mendahului. Lalu belum lama ini, kita juga ditinggal kakaknya, sang Guru Arief Budiman. Dan sekarang, Herman Lantang, sang petualang itu juga berpulang.

Saya sungguh-sungguh berdoa dalam hati, di pengadilan akhir nanti, sang petualang akan berbicara kepada penciptanya, seperti yang tertulis pada surat 1966 itu ; “... aku telah melihat,dan menikmati dan mentjintai dengan segenap hati dan sanubariku, segala apa jang Kau tjiptakan, semua gunung2mu, lembah2, sungai2, telaga2 dan samudramu, semua bintang2Mu dan pepohonan serta makhluk baik dipadang rumput maupun dipadang pasir. Engkau tidak mentjiptakanja dengan sia2, semua tjiptaanMu memang betul2 hebat dan indah”.

Beristirahatlah PETUALANG

-dari pengagum yang menghormatimu, meski tidak pernah sekalipun bertemu! 

...dan lagi-lagi, saya merasa ada yang hilang, kosong.

Senin, 22 Februari 2021

Kembali ke Kampus Tapi Tidak Kuliah 😅

Pada akhirnya, jalan ini menuntun lagi langkah menuju kampus. Bukan satu, tapi dua sekaligus, dan kedua-duanya kampus gajah! 😁 tapi kali ini tidak untuk kuliah. Salah satu pekerjaan yang harus saya lakukan saat ini adalah membangun kolaborasi dengan universitas di Indonesia. Jadi, iya benar, tuntutan tugas.

Banyak sekali kegagalan akhir-akhir ini. Tim saya belum berkembang secepat yang saya kira. Beberapa porto tidak berjalan sebaik yang saya estimasi. Panjang daftarnya kalau diteruskan 😁 Tapi kegagalan sudah makanan sehari-hari, rasanya bahkan tidak begitu pedas lagi sekarang 😂 Sepertinya saya sudah semakin terbiasa ðŸĪŠ Namun, dari list kegagalan-kegagalan itu, selalu tersambung lagi dengan hal-hal berikutnya dan tidak jarang malah menambah daftar kemenangan juga. Keterlambatan tim saya mendorong saya hingga berhasil melakukan translasi sebuah tool yang sangat saya suka dan banyak saya gunakan untuk mempercepat pekerjaan mereka, porto yang lamban memaksa saya membangun komunikasi dengan Praha, dan kemudian kami bersinergi dan sinergi itu membawa perihal lain selanjutnya, termasuk kolaborasi dengan kedua kampus ini.

Rasanya bersemangat sekali, tidak sabar menunggu pertemuan-pertemuan selanjutnya. Let’s do this 🙌💊