Halaman

Kamis, 09 Februari 2012

Melihat, Memperhatikan, Memahami

Shinmen Takezo putra Munisai atau lebih dikenal dengan nama Miyamoto Musashi seorang pedekar pedang ternama yang hidup pada awal abad 16 di Jepang adalah salah satu karakter yang boleh dibilang sangat ingin saya ikuti punggungnya. Bukan hanya karena pedang dan duel-duel mautnya yang terkenal, tapi kegigihan, determinasi, kecerdasan dan pada akhirnya kebijakannya yang lahir dari itu semua.

Buku tentang Musashi yang paling saya suka adalah karangan Eiji yoshikawa, walau sangat ingin tapi sampai sekarang saya belum sempat membaca The Lone Samurai karangan William Scoot Wilson. Yoshikawa menggambarkan bahwa Musashi adalah Dia yang selalu bertarung, suka menulis, pandai melukis, bisa membuat patung, membangun kota, berperang dan mengajar. Bagi saya dia terlihat seperti gabungan seorang prajurit yang sangat-sangat tangguh, peneliti yang sangat-sangat cerdas, seniman yang jenius dan filsuf yang sangat bijak. Beliau tidak pernah tercatat memiliki guru secara formal, dia hidup mengembara di masa mudanya, teknik pedangnya dikembangkan dalam duel antara hidup dan mati, alam mengajarkannya kecintaan dan seni lahir dari kecintaannya (dia terkenal dengan lukisan burungnya).

Kadang saya berpikir bagaimana orang sehebat itu bisa ada, bagaimana dia mempelajari, dan berkesempatan mengecap semua pengalaman luar biasa itu? bagaimana dia mampu membayar semua konsekuensi atas perjalanan hidup yang kemudian menjadi legenda karena kehebatannya?

Musashi berduel tidak hanya dengan insting dan kemampuan fisiknya, tetapi juga dengan hati dan segenap kecerdasannya. Kisahnya mengalahkan seratus anggota dojo yoshioka seorang diri dengan segenap keberanian, pedang yang cepat, dan taktik yang luar biasa : mengejutkan musuh-musuhnya dengan hadir lebih dulu. atau ketika dia mengalahkan dewa pedang sakaki kojiro dengan datang terlambat hingga kemarahan merenggut kecerdasan kojiro dan akhirnya menghilangkan nyawanya di tangan musashi. Begitu juga cara dia datang dan pergi melalui laut untuk menghidari kemarahan pendukung Kojiro yang ingin membalaskan dendam.

Dia Musashi, akan melihat lawannya, dia akan memperhatikan sifat, kebiasaan, dan gerak, dan ritme lawannya, akhirnya dia memahami mereka dan merenggut kemenangan demi kemenangan.

Dia musashi, yang melihat dirinya sendiri, dia memperhatikan geraknya, cara hidupnya, dan gejolak rasanya sendiri, dan kebijaksanaan datang pada mereka yang akhirnya memahami dirinya sendiri.

Musashi adalah seorang pendekar namun melihat dan memperhatikan serta menapaki jalan seni, zen, dan hal-hal lain yang dilakukannya disamping bertarung, dia mengembangkan teknik pedangnya, menajamkan rasa, menggapai pemahamannya.

dia yang mengenal zaman lah yang akan berkata :
"Respect Buddha and gods without counting on their help"

Pendekar sejatilah yang akan mengatakan :
"There are many ways: Confucianism, Buddhism, the ways of elegance, rice-planting, or dance; these things are not to be found in the way of the warrior"

Dia yang melihat seharusnya bisa memperhatikan dan dengan itu kita memahami.
Begitulah pemahaman saya tentang Musashi dan jalan hidupnya.

---------------------------------
Ada pintu otomatis baru sebelum pintu lift di gedung kantor saya yang harus dilewati dengan pass card elektonik. begitu terpakunya pada teknologi saya tidak sadar celahnya sebenarnya cukup lebar untuk dimasuki. dia yang melihat, namun tidak memperhatikan tidak akan pernah memperoleh pemahaman.

Saya bekerja keras memikirkan metode sampling variabel simulasi monte carlo untuk jarak,sudut, kedalam yang ternyata hanya mempengaruhi satu variabel saja dalam simulasi yaitu (JARAK!) ; Dia yang melihat, tanpa memperhatikan, akan melakukan banyak hal yang sia-sia dan dia yang "tidak mau" memahami akan terus melakukan kesia-siaan :)

--ceracau saat kacau

Tidak ada komentar: