Halaman

Kamis, 27 Mei 2010

Puisi dan bahasa

Tulisan ini diawali dengan sedikit ide, saat seorang gadis -mungkin tidak harus saya katakan- yang saya cintai salah memahami puisi yang saya tulis. Dan kemudian saat tadi diskusi singkat dengan seorang kawan tentang puisi yang ditulis oleh seseorang, tersebar luas di berbagai jaring maya, tentang seorang lelaki dengan kesedihan dan kesiapan nya saat kekasihnya "harus" pergi. Puisi ini dikatakan karangan B J habibie, bapak teknologi -saya lebih suka menyebutnya begitu ketimbang mantan presiden ke 3, di mata saya dia bahkan belum pernah menjadi presiden, sekalipun saya tidak menapik, orang ini menyelamat kan indonesia di tengah krisis power yang sangat berbahaya.- atas kehilangan beliau terhadap istrinya.

Dari diskusi benar atau tidak puisi itu dikarang oleh sang baharudin Jusuf atau bukan, menurut sang kawan puisi itu sangat tidak indah. Dari logika disampaikanlah pemahamannya bahwa; "mungkinkah kamu mengatakan bahwa kamu cenderung mendua, saat istrimu meninggal??" Logika yang sama adalah saat keluarga BJ habibie menyampaikan bantahannya térhadap keaslian karya tersebut berasal dari tinta sang begawan teknologi indonesia, tidaklah mungkin seorang habibie punya kecenderungan mendua :)

Ini hanya sedikit humble opinion dari saya, jika puisi yang sempat diperbincangkan hangat itu bukan karya habibi, dugaan saya puisi tersebut adalah karya si anonim yang ditangkap publik sebagai karya sang habibie atas suasana hatinya saat ini. Apapun kronologisnya, dimata saya itu puisi yang indah dan 80 persen saya yakin rasanya tidak mungkin ditulis oleh seorang perempuan, bukan, jangan dulu menuduh saya dikriminatif, atau meremehkan kaum perempuan, biarlah saya jelaskan kepada tuan-tuan dan nona-nona tentang apa yang saya rasa.

Kata-kata 'cenderung mendua', adalah frase yang jika ditilik dengan baik merupakan frase penggambaran tentang sifat dasar lelaki. Seorang lelaki yang begitu terlukalah yang akan berkata : "mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau
ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga
aku mampu mencintaimu seperti ini".
Ini... Adalah gambar betapa cinta yang demikian hebat mampu mengubah, hanya cinta... Iya hanya cinta. "Kecenderunganku adalah mendua" bagi saya, -sekali lagi- bagi saya, semua lelaki memiliki kecenderungan seperti ini, bila tidak, maka dia menderita kelainan atau jatuh cinta... Dan paragraf ini memberikan gambaran cinta yang demikian besarnya sehingga mampu mengekang sang lelaki dengan kerelaan dan kepasrahan serta keindahan kata "setia" mengarti kan dua kata dari paragraph yang utuh, mengartikan sebuah paragraph dari sebuah surah yang utuh, bisa saja menimbulkan bias yang luar biasa, -kata sang mentor di kantor kemaren: "nazi telah salah mengartikan yang hanya sepotong saja dari pemahaman sang filsuf"-

Puisi.... Bagaimanapun kita menganalisanya, arti sesungguhnya tetap sang pengarang dan tuhan lah yang tau. Jika kau tanya aku... Maka siapapun penciptanya, sang begawan atau bocah ingusan yang baru kehilangan pacarnya... Ini puisi yang indah, saya, bergetar membaca tiap katanya :) rasa yang mungkin berbeda dengan setiap individu lain yang membacanya bukan, karena jejak historis yang berbeda, karakter psikologis, pemahaman, dan liku tempuh perjalanan yang berbeda dari masing-masing kita selaku penikmat seni.

Dan puisi, seperti hasil lain dari olah rasa dan cipta adalah hal yang sama dengan relativitas atau cinta.

Aku... Hanya berbeda sudut pandang dari keluarga sang begawan dan kawan yang tadi. Dan begini cara pandangku, terserah mereka mau tahu atau tidak, tidak jadi soal bapa :)

Mari kita simak kembali :

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam
diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa
setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong
melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau
gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau
ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga
aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

By : ???????

we are in never ending study
@}}--

Tidak ada komentar: